Hal ini membuat Kazakhstan menjadi sebuah subyek dan obyek kepentingan geopolitik China, dan hal ini membuat kekacauan di sana menjadi masalah Beijing.
Dalam apa yang kini dilihat sebagai akhir kebijakan yang diklaim sendiri oleh Beijing mengenai tidak ikut campur tangan dalam hubungan internal negara lain, China menenangkan Kazakhstan lewat dukungan mereka melawan "sabotase eksternal".
Hal ini dilakukan lewat dorongan cepat dalam kerjasama "penerapan hukum dan keamanan".
Pertukaran militer China dan Kazakhstan dimulai pada 1993 dan selama bertahun-tahun telah fokus dalam perlawanan terorisme daripada medan perang konvensional, termasuk melalui Organisasi Kerjasama Shanghai Beijing, yang secara eksplisit meruntuhkan berbagai ambisi militer.
Dalam panggilan terbaru kepada rekanan Kazakhstannya, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menekankan bagaimana "pasukan eksternal" mencoba mengganggu "perdamaian dan ketenangan di wilayah kami" tanpa menyebut siapa "pasukan" yang dimaksud.
Ia juga mengatakan jika China berniat untuk "bersama-sama menentang campur tangan dan masuknya kekuatan eksternal apa pun."
Dalam panggilan sebelumnya antara Presiden China Xi Jinping dan rekan Kazakhstan Tokayev, pemimpin China melawan semua upaya untuk membuat sebuah "revolusi berwarna".
Revolusi berwarna adalah sebuah istilah yang sering dipakai China dan Rusia untuk merujuk apa yang mereka lihat ketika Barat terutama Amerika Serikat (AS) mensponsori kekacauan yang bertujuan menempatkan pemerintah yang membantu kepentingan mereka.
Sebuah "revolusi warna" di Kazakhstan, seperti beberapa pakar telah terangkan, dapat secara potensial berevolusi untuk menyetir ketegangan di wilayah Xinjiang dengan memperbolehkan separatis etnis Uighur memperdalam dan memperluas aktivitas militan mereka.
ISIS, Pergerakan Islami Turki Timur (ETIM), dan tuan rumah dari beberapa gerakan jihad transnasional yang kini muncul di Afghanistan mencari cara memperluas gerakan jihad mereka ke Asia Tengah (untuk ETIM bergerak ke China).
KOMENTAR