Advertorial
Intisari-Online.com - Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung kini menunjukkan penundaan yang lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Selain tak kunjung selesai, biaya pengerjaan proyek kereta cepat tersebut juga mengalami pembengkakan dari 6,07 miliar dollar AS (sekitar Rp 84 Triliun) menjadi 8 miliar dollar AS (sekitar Rp114 Triliun).
Itu artinya, terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 27 triliun.
Pembengkakan kebutuhan dana itu juga dibarengi dengan kondisi keuangan para pemegang saham perusahaan konsorsium proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang mengalami kemacetan akibat pandemi Covid-19.
Pemerintah pun akhirnya menerbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang mengizinkan pendanaan proyek kereta cepat boleh bersumber dari APBN, yang kemudian menuai polemik.
Proyek ini merupakan bagian dari Belt and Road Initiative (BRI) Beijing yang dibangun oleh konsorsium perusahaan negara China dan Indonesia.
Dilaporkan, proyek ini menghadapi tantangan tenaga kerja karena pembatasan perjalanan selama pandemi virus corona.
Kini, diharapkan proyek tersebut bakal selesai akhir tahun 2022 hingga awal 2023 atau di masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sendiri berada di bawah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang berdiri pada Oktober 2015.
Mengutip laman PT KCIC, perusahaan tersebut merupakan perusahaan patungan antara BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd, dengan bisnis utama di sektor transportasi publik dengan skema business to business (B2B).
PT KCIC saat ini merupakan pemilik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah Indonesia sesuai dengan Perpres No. 3/2016.
Selain pengembangan infrastruktur transportasi publik, PT KCIC turut berupaya menunjang peningkatan produktivitas masyarakat di sepanjang trase kereta cepat melalui pengembangan kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD) di setiap area stasiun yakni Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar.
Melansir Kompas.com, pada 16 September 2021, General Manager Corporate Secretary PT KCIC Mirza Soraya mengatakan, pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung telah mencapai progres 78,65 persen. "Sampai saat ini proyek KCJB sudah menyentuh 78,65 persen. Beragam upaya untuk percepatan pembangunan terus dilakukan seperti pengerjaan di 234 titik konstruksi secara bersamaan," katanya.
Ia juga mengatakan, KCIC menargetkan uji coba proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bakal dilakukan November 2022.
"Dengan pencapaian ini, PT KCIC optimistis bahwa target pengoperasian KCBJ pada akhir tahun 2022 akan tercapai," ujar Mirza.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pun menuai kritik dan dianggap sebagai proyek 'nanggung'.
Itu lantaran trase yang dilewatinya tak sampai ke Kota Bandung, sehingga penumpang masih harus berganti moda transportasi untuk menuju ke tengah kota.
Hal itu diungkapkan pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, "Kereta Cepat Jakarta-Bandung proyek yang nanggung, karena apa? Stasiun terakhirnya ada di pinggiran keramaian di Tegalluar, bukan di Kota Bandung," katanya, pada Senin (11/10/2021).
Ditambah lagi hingga saat ini belum ada transportasi publik yang cepat dan memadai bagi penumpang untuk melanjutkan perjalanan ke tengah kota usai keluar dari stasiun kereta cepat di Tegalluar.
Menurut Djoko, kereta cepat yang digadang-gadang mempersingkat waktu tempuh Jakarta Bandung menjadi hanya sekitar 46 menit ini, akan percuma jika akses ke tengah kota masih macet. Banyak pula masyarakat kecewa dengan janji Presiden Jokowi yang sebelumnya berikrar tidak akan menggunakan uang rakyat sepeser pun.
Proyek tersebut juga sebelumnya diklaim tidak akan dijamin pemerintah.
Ketimbang dana kas APBN maupun BUMN untuk kereta cepat, banyak kalangan menilai sebaiknya pemerintah mempercepat pengembangan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya dengan menggunakan jalur rel KA yang sudah ada.
(*)