Intisari-Online.com -Konflik Rusia dan Ukraina makin memanas dari hari ke hari.
Ini karena konflikRusia dan Ukraina bisa berubah menjadi perang.
ApalagiRusia telah menempatkan hampir 100.000 tentara di dekat perbatasan negara terbesar kedua di Eropa itu.
Tidak heran muncul peringatan tentang invasi Rusia.
Sebab tidak ada tanda-tanda Rusiaakan mengembalikan pasukan ke barak dalam waktu dekat.
"Saya khawatir invasi oleh pasukan Rusia tidak dapat dihindari dan akan segera terjadi," kataTobias Ellwood seperti dilansir dariexpress.co.uk pada Senin (17/1/2022).
"Oleh karenanya untuk berjaga-jaga, kami menempatkan perangkat keras dan personel militer yang cukup di Ukraina."
"Tujuannya untuk membuat Presiden Rusia Vladimir Putin berpikir dua kali untuk menyerang."
"Tetapi sepertinya rencana kamitidak berarti apa-apa."
"Sebab hanya Presiden Putin yang tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya."
"Yang jelas minggu depan tampaknya sangat penting."
Ellwood melanjutkan bahwa dia sudah melakukan negosiasi hingga membuat Rusia tersudut.
Selain itu,NATO juga telah menolak untuk tunduk pada ancaman Putin.
Sehingga mereka tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.
Rusia sendiri membantah merencanakan serangan.
Tetapi mengatakan pihaknya dapat mengambil tindakan militer jikaNATO mau berjanji untuk tidak pernah menerima Ukraina sebagai anggota.
Para pejabat Amerika Serikat (AS) telah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mencoba memastikan Rusia tidak menyerang Ukraina.
Namun sekali lagi, tidak ada kesepakatan yang jelas telah dicapai tentang langkah-langkah khusus.
NATO, AS, dan Uni Eropa pantas takut.
Sebab Ukraina telah menerima serangan cyber yang memperingatkan mereka tentang konsisi terburuk.
Layanan keamanan negara Kiev SBU mengatakan serangan itu menunjukkan tanda-tanda keterlibatan Rusia.
Serangan itu berlangsung beberapa jam setelah pembicaraan keamanan berakhir pada hari Kamis tanpahasil antaraRusia dan Barat.
Seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan belum jelas siapa yang bertanggung jawab, tetapi Washington telah menawarkan dukungannya kepada Ukraina.
Rusia belum berkomentar tetapi sebelumnya telah membantah serangan siber, termasuk terhadap Ukraina.
Kantor berita TASS melaporkan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak laporan tersebut karena berdasarkan informasi "tidak berdasar".