Keberadaannya Masih Bikin Takjub hingga Hari Ini, Namun Masih Menyimpan Misteri Siapa Sebenarnya Dinasti Syailendra yang Membangun Borobudur

Khaerunisa

Editor

Candi Borobudur
Candi Borobudur

Intisari-Online.com - Candi Borobudur dinobatkan sebagai Candi Buddha terbesar yang ada di dunia.

Kemegahannya membuat takjub. Memiliki tapak candi yang sangat luas berukuran 123 x 123 meter persegi.

Kemudian, tinggi Candi Borobudur adalah 35,40 meter. Terdiri dari 504 patung Buddha, 72 stupa terawang, dan 1 stupa induk.

Di dalam candi ini, terdapat 2.672 panel. Ansambel reliefnya paling lengkap di dunia dan tidak ada yang menandingi nilai seninya karena setiap adegannya merupakan mahakarya utuh.

Pada tahun 1991, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Persekerikatan bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan Candi Borobudur sebagai salah satu warisan dunia.

Tersohornya candi ini tak perlu ditanya lagi, banyak pula wisatawan asing yang datang mengunjungi Candi Borobudur.

Tetapi, keberadaan candi ini masih menyimpan misteri. Pasalnya, hingga saat ini belum ditemukan bukti catatan sejarah yang dapat menjelaskan siapa yang membangun Candi Borobudur.

Hanya diperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-8, saat Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Dinasti Syailendra.

Baca Juga: Tewaskan 830 Ribu Penduduknya Karena Gempa Bumi Mematikan yang Pernah Terjadi, Inilah Fakta Menarik dari Pemerintahan Dinasti Ming, Didirikan oleh Petani Digulingkan Pula oleh Petani

Baca Juga: Diperingati Setiap Tanggal 10 Januari, Inilah Peran Pelajar dan Mahasiswa dalam Aksi Tritura

Melansir ancient-origin.net oleh David Hatcher Childress, saat ini, sejarawan lebih suka menganggap Borobudur sebagai peninggalan dinasti Sailendra, yang konon dimulai sekitar tahun 760 M, beberapa dekade setelah asal-usul Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.

Namun, dinasti Sailendra sendiri diselimuti misteri, dan seperti halnya Sriwijaya, asal-usulnya tampaknya tidak jelas bagi sejarawan modern.

Pemahaman saat ini mengatakan bahwa “Shailendra adalah talasokrasi dan menguasai maritim Asia Tenggara, namun mereka juga mengandalkan usaha pertanian melalui budidaya padi intensif di Dataran Kedu Jawa Tengah. Dinasti tersebut tampaknya menjadi keluarga penguasa Kerajaan Medang di Jawa Tengah untuk beberapa periode dan Sriwijaya di Sumatera.”

Talasokrasi merujuk pada suatu negara yang memiliki lingkungan kekuasaan utama berupa lautan, sebagai kemaharajaan bahari.

Baca Juga: Perintahnya Bisa Berujung Menjadi Pembantaian Massal, Inilah Perintah Mengejutkan Presiden Kazakhstan di Tengah Gelombang Protes di Negaranya, Militer Rusia Pun Sampai Ikut Dikerahkan

Baca Juga: Padahal Bukan Joki Vaksin, Pria Ini Malah Ketagihan Divaksin Sampai Menerima 12 Vaksin Covid-19, Bukannya Untuk Hindari Virus Corona Tujuan Aslinya Biking Geleng-Geleng Kepala

Tiba-tiba, pada 700 M, Jawa memiliki talasokrasi terorganisir yang sekarang membentang ke timur ke New Guinea? Dari mana jaringan pelabuhan, sungai, dan sawah Hindu ini berasal?

Menurut Childress, mereka adalah cabang dari pelayaran Cham atau Champa.

Rupanya, meskipun kebangkitan Syailendra terjadi di Dataran Kedu di jantung Jawa, asal mereka telah menjadi bahan diskusi.

Selain Jawa sendiri, tanah air sebelumnya di Sumatera, India atau Kamboja juga telah diusulkan.

Dalam buku terbaru Childress, The Lost World of the Cham, ia berpendapat bahwa orang kulit hitam, orang Hindu Cham—dikenal telah menghuni pantai Vietnam tengah pada abad kedua Masehi dan kemudian, mungkin juga merupakan kekuatan dominan di wilayah tersebut di abad sebelum masehi.

Teks Cina kuno menyebutkan tanah Funan di barat daya, mungkin di tempat yang sekarang disebut Kamboja, Indonesia, dan semenanjung Malaysia.

Menurut pendapat Childress, berdasarkan penelitian yang disajikan dalam bukunya, bahwa tanah-tanah tersebut secara longgar diperintah oleh peradaban pelayaran utama Cham.

Jadi, menurutnya berbagai klaim bahwa dinasti Syailendra yang misterius berasal dari India, Kamboja, atau Sumatra berarti mereka adalah bagian dari Cham, yang mana mungkin saja suku Cham berasal dari Kalinga di India timur.

Baca Juga: Inilah 5 Weton Paling Humoris Sehingga Disenangi Banyak Orang di Lingkungan Sekitarnya Menurut Primbon Jawa

Baca Juga: Perintahnya Bisa Berujung Menjadi Pembantaian Massal, Inilah Perintah Mengejutkan Presiden Kazakhstan di Tengah Gelombang Protes di Negaranya, Militer Rusia Pun Sampai Ikut Dikerahkan

Salah satu pertanyaan yang diajukan sejarawan dalam upaya mencari tahu siapa yang membangun Borobudur dan kapan, adalah mengapa monumen Buddha raksasa dibangun oleh dinasti yang sebagian besar beragama Hindu?

Apakah penguasa Hindu dan Buddha di Jawa sekitar tahun 700 hingga 800 M berbaur dan mengizinkan persilangan agama mereka?

Buddhisme hanyalah reformasi Hinduisme, sebagian besar menghilangkan sistem kasta dan memberikan lebih banyak kebebasan kepada penganutnya dengan lebih sedikit ritual.

Dewa-dewa yang sama, seperti Siwa dan Brahma, ditambah tokoh-tokoh sejarah seperti Krishna dan Rama dari Mahabharata dan Ramayana adalah penting bagi umat Hindu dan juga Buddha.

Dengan Cham, Buddhisme dan Hinduisme dilebur menjadi satu dan kuil-kuil Hindu dibangun pada waktu yang sama dengan kuil-kuil Buddha. Hal ini ternyata juga terjadi di Jawa.

Sementara Candi Hindu Prambanan sangat dekat dengan Borobudur, dan konon dibangun pada abad kesembilan.

Prambanan disebut-sebut sebagai candi Hindu terindah di luar India.

Para Syailendra mungkin telah membangun Borobudur dan Prambanan, membuat sejarawan bingung apakah Syailendra adalah Hindu atau Buddha.

Baca Juga: Lagi-lagi Bikin Keheranan, Rusia Mengaku Bisa Lancarkan Serangan dari Tempat Paling Tak Terduga di Bumi Ini, Bukan di Darat, Udara, Maupun Atas Laut

Baca Juga: Inilah 5 Weton Paling Humoris Sehingga Disenangi Banyak Orang di Lingkungan Sekitarnya Menurut Primbon Jawa

(*)

Artikel Terkait