Intisari-Online.com - Bangunan candi biasanya menjadi salah satu peninggalan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Begitu pula Candi Tikus, disebut-sebut sebagai peninggalan kerajaan Majapahit, yang ditemukan di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Trowulan Mojokerto sendiri konon merupakan Ibu Kota Kerajaan Majapahit, kerajaan terbesar di Nusantara yang diperkirakan runtuh sekitar tahun 1520-an.
Melansir perpusnas.go.id, Candi Tikus ditemukan kembali pada tahun 1914.
Penggalian situs tersebut dilakukan berdasarkan laporan Bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat.
Kemudian, pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985.
Tempat candi ini berada konon merupakan sarang tikus, hama yang menjadi 'bencana' bagi para petani sekitar, karena merusak dan menyebabkan hasil tani turun drastis.
Dari sana pulalah masyarakat setempat menyebut candi tersebut sebagai 'Candi Tikus', tapi bukan hanya ini keunikannya.
Selain memiliki nama yang unik, Candi Tikus juga memiliki posisi yang tak lazim, berbeda dengan kebanyakan candi-candi lain yang ditemukan di Nusantara.
Jika biasanya candi lainnya berada di atas permukaan tanah, tidak demikian dengan candi ini.
Candi Tikus terletak lebih rendah sekitar 3,5 m dari permukaan tanah sekitarnya.
Sementara di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan.
Baca Juga: Mengenal Arti Penting Wawasan Nusantara dalam NKRI, Ini Penjelasannya
Di sisi dalam, turun sekitar 1 m, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam.
Sementara pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 m menuju ke dasar kolam.
Kemudian, di kiri dan kanan kaki tangga terdapat kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 m x 2 m dengan kedalaman 1,5 m.
Pada dinding luar masing-masing kolam berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit.
Tepat menghadap ke anak tangga, agak masuk ke sisi selatan, terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran 7,65 m x 7,65 m.
Di atas bangunan tersebut terdapat sebuah 'menara' setinggi sekitar 2 m dengan atap berbentuk meru dengan puncak datar.
Menara yang terletak di tengah bangunan tersebut dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil.
Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran berbentuk bunga teratai dan makara.
Bentuk Candi Tikus yang mirip dengan pentirtaan atau pemandian itu pun menuai perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeolog mengenai fungsinya.
Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan.
Di sisi lain, menara candi ini yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan Candi Tikus juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Selain itu, penggunaan dua jenis bata bata dengan ukuran yang berbeda dalam pembangunan candi ini juga menjadi hal yang menarik.
Baca Juga: Hidung Mampet Bisa Diatasi 15 Menit Saja, Cukup Pijat Hidung Bagian Ini!
Kaki candi terdiri atas susunan bata merah berukuran besar yang ditutup dengan susunan bata merah yang berukuran lebih kecil.
Selain kaki bangunan, pancuran air yang terdapat di candi ini pun ada dua jenis, yang terbuat dari bata dan yang terbuat dari batu andesit.
Perbedaan bahan bangunan yang digunakan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Candi Tikus ini dibangun melalui dua tahap, meski tidak diketahui secara pasti kapan kedua tahap pembangunan dilaksanakan.
Mengenai kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun belum ada sumber informasi tertulis yang menerangkan, tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad 13 sampai 14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa tersebut.
Baca Juga: Satu Weton Ini Tiada Duanya, Bakalan Kaya dan Berkuasa Menurut Primbon Jawa, Apakah Ini Weton Anda?
(*)