Intisari-Online.com - Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1527 M.
Sejarah awal Majapahit menjejak ke Bali direkam oleh jalan setapak diantara sawah dan tegalan.
Dahulu kala, di Carik Sandat, Samplangan, Gianyar, merupakan tempat awal Patih Majapahit, Gajah Mada, menginjakkan kaki di Bali.
Dalam misi menyatukan dan memperluas wilayah Nusantara.
Tribun Bali berkesempatan menelusuri lokasi ini, yang sekarang sedang dalam pembangunan prasada linggih Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan di Tegal Sahang, Samplangan, Gianyar.
Ida Sri Bhagawan Sabda Murthi Dharma Kerti Maha Putra Manuaba, sebagai satu diantara penanggung jawab pembangunan ini menjelaskan banyak hal.
Berawal dari wangsit dalam pertemuan gaib, antara dirinya dengan Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan.
Kemudian, ia diminta membangun prasada penunggalan Majapahit dan Bali, di lokasi awal Gajah Mada menginjakkan kaki ini.
“Setelah pertemuan gaib itu, saya membaca beberapa Babad Dalem dan ternyata benar seperti yang beliau katakan,” jelasnya, Selasa (3/11/2020) di Gianyar.
Petunjuk gaib untuk membangun di Carik Sandat itu, jelas dia, guna mengingatkan sejarah bahwa keraton awal Majapahit di Bali adalah di Samplangan bukan di Klungkung.
Terkait dinasti Dalem Samprangan, kata dia, bahwa Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan setelah dinobatkan sebagai adipati Bali Dwipa oleh raja Majapahit.
Kemudian bersama rombongannya berangkat ke Bali melalui pelabuhan Rangkung di Pantai Lebih Gianyar dari Jawa.
“Setelah itu beliau menelusuri sungai, hingga tiba di tempat perkemahan Gajah Mada di Carik Sandat, atau Tegal Sahang, Desa Samplangan, Gianyar ini. Wilayah ini diapit dua sungai, yakni sungai Sangsang dan Cangkir,” sebutnya.
Sebelumnya, Patih Gajah Mada telah lebih dahulu sampai ke lokasi tersebut, guna menyelidiki raja Bali terdahulu, yaitu Raja Bedahulu.
Melansir Tribun Bali, pasca kekalahan Raja Bedahulu, lokasi perkemahan tersebut akhirnya dijadikan istana kerajaan bernama Linggarsa Pura.
Sebagai cikal bakal kerajaan dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan di Bali Tengah.
Ia mengatakan, hanya dua periode istana kerajaan bertempat di Samplangan, sebelum akhirnya pindah ke wilayah Klungkung.
Setelah itu, tidak lagi ada yang tahu dengan tempat awal bersejarah ini.
Karena pusat kerajaan dari Samplangan pindah ke Klungkung.
“Keturunannya pun tidak ada yang tahu atau rungu, padahal ini adalah wit (awal) dari dinasti Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan di Bali,” jelasnya.
“Beliau ingin dengan pembangunan ini, sebagai tempat suci saksi sejarah, agar generasi (preti sentana) turun-temurun dapat tetap mengetahui dan mempelajari kehidupan di masa lampau. Inilah yang kami wujudkan dengan dibangunnya padma, prasada, dan penyarikan sebagai saksi sejarah keraton Linggarsa Pura,” jelasnya.
Prasada tersebut, kata dia, adalah penunggalan (penyatuan) Majapahit dan Bali.
Terlihat dari segi arsitekturnya, yang merupakan campuran arsitektur Majapahit di Jawa dan Bali.
“Setelah hari ketiga gotong royong dalam pembangunan di sini, saya kembali melihat secara rohani kedatangan Ida Bhatara. Beliau berkeinginan agar dibuatkan patung Gajah Mada dengan membawa lontar dan keris, makna filosofinya ketika Gajah Mada melakukan penyelidikan di Bali,” katanya.
Patung Maha Patih Pranala Gajah Mada pun, terlihat dibangun dengan konsep rumah joglo dengan pakaian Jawa.
Sebagai tanda awal dia datang ke Bali dari Jawa atas titah Majapahit.
Patung ini pun disakralkan.
Uniknya, wajah dan perawakan patung Gajah Mada juga diwangsitkan dalam pertemuan gaib tersebut.
“Patung ini seberat 700 kg, dan dibawa oleh 20 orang dengan tandu bambu, melewati jalan setapak yang cukup jauh,” sebutnya.
Ia memperkirakan karena anugerah Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, semuanya berjalan lancar.
Baik dari pembangunan hingga membawa patung yang cukup berat tersebut.
Patung yang dikerjakan di Ubung ini pun, tidak bisa dipindah-pindahkan.
(*)