Intisari-online.com - Amerika merupakan negara yang memiliki sekutu di mana-mana.
Namun, sejak kebangkitan China, banyak negara mulai merapat ke China, seperti misalnya Filipina.
Bahkan beberapa waktu ini, Amerika kembali pergoki salah satu sekutunya menjalin hubungan dengan China.
Badan intelijen AS melaporkan pada 23 Desember bahwa Arab Saudi, sekutu AS di Timur Tengah, diam-diam memproduksi rudal balistik dengan bantuan China, menurut CNN.
Arab Saudi, negara paling kaya minyak, adalah mitra aktif dalam membeli senjata Amerika.
Negara tersebut juga membeli rudal balistik dari China, namun hingga saat ini belum pernah mampu memproduksinya sendiri.
Citra satelit yang diperoleh CNN, menunjukkan Arab Saudi memproduksi rudal balistik secara massal dari setidaknya satu lokasi.
Selama beberapa bulan terakhir, badan intelijen AS telah mendeteksi indikasi bahwa China dan Arab Saudi bertukar teknologi rudal balistik dalam skala besar.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden saat ini sedang menilai apakah langkah terbaru akan berdampak signifikan pada keseimbangan militer di Timur Tengah, serta berpotensi memperumit upaya untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Iran dan Arab Saudi adalah dua musuh bebuyutan, dan sulit bagi AS untuk meyakinkan Iran untuk berhenti membangun rudal dan senjata nuklir jika Arab Saudi sudah dapat memproduksi rudal balistiknya sendiri.
"Amerika Serikat terlalu fokus pada program senjata Iran, tidak cukup memperhatikan program rudal balistik Arab Saudi," kata Jeffrey Lewis, pakar senjata dan profesor di Institute of International Studies Middlebury, kepada CNN.
Ketika ditanya tentang pertukaran teknologi rudal balistik antara China dan Arab Saudi, juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan kepada CNN, "Kedua negara adalah mitra dagang yang komprehensif dan memiliki hubungan kerja sama di dunia. semua bidang, termasuk militer".
"Kegiatan kerja sama ini tidak melanggar hukum internasional dan tidak terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal," kata pernyataan itu.
Menurut CNN, Arab Saudi mulai bekerja dengan China untuk membangun rudal balistik sejak 2019, di bawah Presiden AS Donald Trump.
Tetapi Trump tidak menjatuhkan sanksi keras untuk mencegah sekutu mengakses teknologi senjata strategis.
Menurut CNN, pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang mempertimbangkan sanksi terhadap Arab Saudi, meskipun masih ada pendapat yang beragam.
Gambar satelit baru yang diperoleh CNN menunjukkan Arab Saudi membangun rudal balistik di sebuah situs yang dibangun dengan bantuan China.
Citra satelit yang diambil oleh perusahaan pencitraan komersial Planet antara 26 Oktober dan 9 November, menunjukkan aktivitas pembakaran yang terjadi di fasilitas dekat Dawadmi, Arab Saudi.
Para ahli di Middlebury Institute of International Studies menggambarkannya sebagai "bukti jelas bahwa fasilitas tersebut memproduksi rudal".
"Bukti paling penting adalah bahwa fasilitas ini mengoperasikan 'lubang pembakaran' untuk membuang limbah padat yang tersisa dari produksi rudal balistik," kata Lewis.
"Pengecoran mesin roket menghasilkan sisa bahan peledak. Fasilitas produksi roket padat sering kali memiliki lubang pembakaran untuk membuang sisa limbah padat hasil pembakaran. Ini tandanya melihat fasilitas di Arab Saudi aktif memproduksi roket," tambah Mr. Lewis.
Tidak jelas jenis rudal apa yang diproduksi secara massal oleh Arab Saudi, serta ukuran dan jangkauan hulu ledaknya.