Intisari-Online.com -Mantan Presiden Irak Saddam Hussein divonis hukuman mati ada 5 November 2006.
Saddam Hussein berhasil menghindari penangkapan selama enam bulan setelah Amerika Serikat menginvasi Irak dengan dalih mencari senjata pemusnah massal pada tahun 2003.
Pada bulan Desember tahun itu, ia akhirnya ditangkap di dekat kampung halamannya di Tikrit.
Sidang pertama pengadilan khusus berlangsung pada Juli 2004.
Pengadilan memutuskan Saddam bersalah atas tuduhan tersebut dan menjatuhkan hukuman mati dengan digantung pada 5 November 2006.
Vonis tersebut diberikan pengadilan akibat kejahatan kemanusiaan yang pernah dilakukannya, termasuk penindasan brutal sebuah kota Syiah ada era 1980-an.
Tak lama dari waktu pembacaan vonis, yakni 30 Desember 2006, Saddam dieksekusi di tiang gantungan di Camp Justice.
Melansir The Guardian (31/12/2006), Saddam dieksekusi oleh algojo di saat dirinya mengucapkan kalimat syahadat.
Menjelang peringatan15 tahun eksekusi Saddam,Robert Ford, mantan duta besar AS untuk Irak, mengatakan kepada Sputnik sebuah hal yang mengejutkan.
MelansirSputnik News, Kamis (30/12/2021), Ford mengatakan, pengadilan Saddam Hussein dan rekan-rekan terdakwanya memiliki banyak pelanggaran dan "tidak sempurna".
"Persidangan itu sendiri pasti ada masalah, tak perlu ditanya. Beberapa pengacara pembela dibunuh, itu mengerikan. Selama persidangan itu sendiri, terkadang penuntut membawa bukti tanpa membiarkan pembela melihatnya terlebih dahulu sehingga pembela terkejut dengan bukti yang baru," kenang Ford.
Pada saat yang sama, jaksa menemukan banyak dokumen yang ditandatangani oleh Saddam Hussein dan terdakwa lainnya, yang secara langsung melibatkan mereka dalam tuduhan pembantaian dan pembunuhan Dujail, menurut mantan duta besar itu.
"Jadi benar-benar tidak ada pertanyaan bahwa Saddam dan rekan terdakwa bersalah atas kejahatan tersebut, tetapi prosesnya sendiri tentu saja tidak sempurna," kata Ford.
Kepemimpinan Saddam Hussein
Saddam, yang menjabat sebagai Presiden Irak selama lebih dari 20 tahun itu lahir dari keluarga miskin di Tirkit, 100 mil dari Baghdad, pada 1937.
Dikutip dari Britannica, setelah pindah ke Baghdad pada usia muda, Saddam bergabung dengan Partai Baath, partai yang membesarkan namanya pada tahun 1957.
Baca Juga: Contoh Pengamalan Pancasila Sila ke-1 Sampai Sila ke-5 di Sekolah
Ia ikut serta dalam beberapa percobaan kudeta di Irak dan menempatkan keponakannya, Ahmed Hassan al-Bakr sebagai Presiden Irak pada 1968.
Presiden al-Bakr hanya dianggap sebagai boneka dari Saddam Hussein yang telah menduduki jabatan tertinggi di Partai Baath.
Sebelas tahun kemudian, Saddam mengambil alih kekuasaan setelah al-Bakr mengundurkan diri pada 1969.
Di bawah kepemimpinannya, Irak berubah menjadi negara yang disegani dan memiliki pasukan militer yang kuat.
Berbeda dengan sikap Mesir yang memilih jalan kompromi dengan Israel, Saddam secara tegas menentang pendudukan Israel.
Ia juga mengecam perjanjian Camp David yang dilakukan oleh Presiden Mesir, Anwar Sadad di tahun 1978.