Pelaku grooming sering mengandalkan ponsel, media sosial dan internet untuk berinteraksi dengan anak-anak dengan cara yang tidak pantas.
Pelaku juga akan sering meminta anak untuk merahasiakan hubungan mereka.
Proses grooming bisa berlanjut selama berbulan-bulan sebelum pelaku mengatur pertemuan fisik.
Contoh proses grooming ini dapat berupa melakukan kontak fisik yang dekat secara seksual, seperti menggelitik yang tidak pantas dan pertarungan gulat/bermain.
Contoh lainnya adalah mengendalikan seorang anak atau remaja melalui ancaman, paksaan atau penggunaan otoritas yang membuat anak atau remaja itu merasa takut untuk melaporkan perilaku yang tidak diinginkan.
Grooming pun dapat dilakukan secara online melalui media sosial, yang menurut thinkuknow.co.uk, hal ini dinilai lebih mudah dilakukan oleh pelaku.
Adanya game, media sosial, platform streaming langsung dan ruang obrolan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kontak dengan anak-anak untuk mencoba merawat mereka.
Para pelaku dapat mengetahui banyak tentang anak-anak sebelum mereka melakukan kontak dengan melihat hal-hal yang telah diposting oleh anak tersebut.
Dengan informasi yang mereka dapatkan tersebut, mereka dapat menargetkan anak-anak dan merencanakan dengan cermat apa yang akan mereka katakan dan tunjukkan.
Setelah mengalami pelecehan seksual, korban tidak mungkin memberitahu siapa pun bahwa mereka telah dilecehkan.
Mereka mungkin berikir bahwa mereka sedang menjalin hubungan cinta atau persahabatan, atau mereka tidak punya pilihan.
Dengan demikian, penting untuk mengenali tanda-tanda eksploitasi seksual dari sang anak.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR