Intisari-Online.com - Selain konflik Laut China Selatan, kedaulatan Taiwan juga menjadi sumber masalah antara Amerika Serikat dan China.
China mengklaim dengan tegas bahwaTaiwan adalah bagian dari wilayah China.
Sementara Taiwan memiliki pemerintahan terpisah yang dipilih secara demokratissejak 1949.
Pada akhirnya, terjadi serangan militer dan tekanan politik dari daratan selama beberapa bulan terakhir antara dua negara.
Permasalahan itu juga menyebabkan ketegangan dengan AS.
Sebab Presiden AS Joe Biden sebelumnya mengatakan dia akan membela Taiwan dari invasi.
Ma Xiaoguang, juru bicara Kantor Urusan Taiwan, mengatakan pada konferensi media bahwa rekonsiliasi damai disukai oleh pemerintah China.
Tetapi mereka akan dipaksa untuk bertindak jika gerakan kemerdekaan dilakukan oleh Taipei.
"Jika pasukan separatis di Taiwan yang mencari kemerdekaan memprovokasi, mengerahkan kekuatan atau bahkan menerobos garis merah, kita harus mengambil tindakan tegas," kataMa Xiaoguang seperti dilansir dariexpress.co.uk pada Kamis (30/12/2021).
Selain itu, dia menambahkan bahwa kegiatan dari gerakan pro-kemerdekaan di Taiwan dan intervensi eksternal dapat menjadi lebih intens di tahun baru.
"Tahun depan, situasi Selat Taiwan akan menjadi lebih kompleks dan parah."
Pesawat tempur China telah melakukan hampir 1.000 serangan ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan (ADIZ) pada tahun 2021, menurut Bloomberg.
Ini lebih dari dua kali lipat dari tahun 2021, dengan 2022 kemungkinan akan mengalami peningkatan lebih lanjut.
“China akan mengirim lebih banyak pesawat militer ke ADIZ Taiwan tahun depan dengan operasi yang lebih mengintimidasi," ungkapKuo Yujen, direktur Institut Penelitian Kebijakan Nasional Taiwan.
“Situasi pada tahun 2022 patut dikhawatirkan karena ini akan menjadi titik balik.”
Taiwan telah lama terbukti menjadi batu sandungan bagi hubungan antara China dan Amerika Serikat (AS).
AS tidak memilikihubungan diplomatik formal dengan Taiwan selama beberapa dekade.
Tetapi entah bagaimana AS inginmempertahankan kedaulatan pulau itu.
Alasannya karenaaktivitas China yang mengancam pemerintah di Taipei meningkatkan alasan bagi AS untuk membela Taiwan.
Daniel Kritenbrink, Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, menegaskan kembali komitmen AS terhadap Taiwan dalam sebuah konferensi pers di Singapura.
"Ketika ancaman dan paksaan dari Republik Rakyat China meningkat, saya pikir kita perlu merespons juga dengan cara yang tepat," tegasKritenbrink.