Intisari-Online.com - Kerajaan Majapahit tersohor sebagai kerajaan terbesar di Nusantara pada zamannya.
Meski berabad-abad telah berlalu sejak keruntuhannya, namun nama kerajaan ini tak pernah tenggelam.
Masa kerajaan Majapahit selalu menarik untuk diperbincangkan.
Majapahit sendiri merupakan kerajaan Nusantara yang berdiri antara abad ke-13 hingga abad ke-16.
Puncak kejayaan kerajaan ini berlangsung pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang berkuasa antara 1350-1389 M.
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura), dan sebagian Kepulauan Filipina.
Selain itu, kerajaan ini juga menjalin relasi dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, Vietnam, dan China.
Soal bagaimana kehebatan kerajaan ini tak asing lagi di telinga, khususnya bagaimana Mahapahit Gajah Mada berperan dalam menaklukan Nusantara, tetapi bagaimana dengan kehidupan masyarakatnya?
Berbicara tentang kehidupan masyarakat suatu wilayah atau suatu masa, salah satu hal yang biasanya membuat penasaran adalah seperti apa makanan yang mereka konsumsi.
Data mengenai makanan masyarakat Jawa Kuno sendiri kebanyakan muncul dalam prasasti yang menuliskan tentang hidangan yang disuguhkan dalam upacara Sima.
Dalam hal ini, Sima adalah daerah yang dibebaskan dari pajak, biasanya karena jasa yang telah diberikan atau karena akan dipakai untuk tempat suci.
Jika suatu daerah telah ditetapkan sebagai sima, maka para pejabat kerajaan tidak diperbolehkan lagi memungut pajak dari penduduk desa itu.
Itu adalah sesuatu yang patut dirayakan, maka oleh raja diselenggarakan rangkaian upacara yang salah satunya adalah makan bersama.
Termuat dalam prasasti yang menuliskan tentang suguhan dalam upacara Sima, berbagai makanan Jawa Kuno ini mungkin masih ada yang tak asing di telinga kita, sementara lainnya masih bertahan misalnya menjadi makanan tradisi.
Makanan Raja atau Rajamangsa
Makanan ini entah seperti apa wujudnya, karena tampaknya terbuat dari 'bahan' langka.
Makanan yang menjadi hak istimewa ini termasuk kambing yang belum keluar ekornya, penyu badawang, babi liar pulih, babi liar matinggantungan, dan anjing yang dikebiri.
Hak untuk mengonsumsi makanan tersebut umumnya dijumpai pada prasasti yang pemberian hak istimewa yang dikeluarkan sejak masa Mpu Sindok, hingga masa Majapahit.
Masakan dari Nasi
Akrab dengan Nasi Tumpeng? Berarti lingkungan Anda masih melestarikan makanan Jawa Kuno ini.
Masakan tersebut masih tampak dihidangkan pada acara-acara tertentu di Indonesia.
Seringkali pembuatannya menjadi perlombaan seperti dalam perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan.
Di masa lalu, nasi tumpeng biasanya disajikan dalam upacara penetapan suatu desa sebagai Sima.
Dalam prasasti, ini biasanya juga disebut skul liwet, yaitu nasi yang ditanak dengan pangliwetan.
Sementara skul dinyun adalah nasi yang ditanak dengan periuk, dan skul matiman adalah nasi yang ditim.
Masakan dari hewan ternak
Masakan ini dalam prasasti hanya disebutkan sebagai penganan yang disayur.
Selain hewan yang diternak, masyarakat Jawa Kuno juga terbiasa mengonsumsi babi hutan (wok), kijang (kidang), kalong (kaluang), sejenis burung, hingga kura-kura.
Rakyat dan kerajaan juga secara umum memiliki perbedaan tingkat konsumsi daging.
Masakan Ikan
Nusantara merupakan wilayah maritim yang kaya dengan sumber daya lautnya.
Berdasarkan kesaksian para pelaut yang datang ke Asia Tenggara, hasil ikan pada masa Jawa Kuno begitu melimpah.
Seperti yang kita kenal saat ini, rupanya untuk menyantap ikan laut masyarakat Jawa Kuno terlebih dahulu mengasinkannya atau mengeringkan ikan tersebut.
Itu disebut grih, dan kini orang Jawa menyebutnya gereh.
Ada juga ikan yang dikeringkan dan disebut dendeng, deng atau daing.
Satuan ukuran ikan asin disebut kujur yang diketahui dari prasasti Waharu I atau prasasti Jenggolo dari 851 saka atau 929 M.
Selain dihidangkan dalam upacara Sima, makanan ini juga dikonsumsi untuk makan sehari-hari.
Sayuran
Dalam prasasti, disebutkan Rumwahrumwah, istilah untuk lalapan. Seperti diketahui lalapan merupakan sayuran mentah yang sampai saat ini masih dikonsumsi masyarakat Jawa.
Ada pula kuluban, yang oleh orang Sunda saat ini diartikan sebagai sayuran yang direbus.
Camilan
Prasasti Sangulan di Malang dari 850 saka (928 M), menyebutkan makanna bernama tambul dan dwadal atau dodol.
Itulah berbagai makanan yang dikonsumsi masyarakat Jawa Kuno termasuk masa kerajaan Majapahit.
(*)