Intisari-Online.com – Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk-lah Kerajaan Majapahi mencapai puncak kejayaannya.
Merupakan putra dari Ratu Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350), Hayam Wuruk naik takhta pada tahun 1350 M, menggantikan ibunya.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk ini dianggap sebagai masa keemasan kerajaan Majapahit.
Hal tersebut dikarenakan kedamaian yang lama dinantikan akhirnya dapat terwujud, karena pada masa pemerintahan Hayam Wuruk jarang terjadi konflik, kecuali peristiwa Pasundan-Bubat (1357 M).
Tidak hanya itu, banyak daerah di wilayah Nusantara yang mengakui kemegahan kerajaan Majapahit, dengan bukti adanya penyerahan upeti secara sukarela dari mereka.
Kemajuan juga dialami oleh masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pesisir pantai, yang bekerja sebagai pedagang.
Wayang Beber menjadi jenis kesenian yang diminati oleh para pedagang pribumi.
Mereka sangat kaya, dibuktikan dengan kegiatan para pedagang pribumi itu yang membeli batu-batu perhiasan, barang pecah-belah seperti porselin China, minyak wangi, kain sutra, dan katun.
Transaksi yang dilakukan menggunakan pembayaran uang tembaga atau Majapahit dari dinasti apa pun.
Mengutip dari laman Perpustakaan FIS Universitas Negeri Yogyakarta, tersebutlah tiga bidang yang dapat dicapai oleh kerajaan Majapahit pad amasa pemerintahan raja Hayam Wuruk di puncak kejayaannya.
1. Seni Arca
Seni arca berkembang semakin pesat dan menghasilkan berbagai macam jenis arca dengan ciri khas garis-garis di sekitar arca.
Yang menarik dari proses pembuatan arca mereka adalah dikerjakan dengan sangat halus, dan bernilai seni tinggi karena keindahan arca tersebut.
2. Religius
Bidang keagamaan, yang dikenal dengan konsep dewaraja, juga menjadi pencapaian pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
Maksud konsep dewaraja ini adalah ketika raja mangkat, maka dianggap bersatu bersama dewa.
Dewaraja berarti dewa itu sendiri menjelma menjadi seorang manusia.
Untuk menjalankan konsep tersebut, maka diperlukan peralatan ritus yang ditujukan untuk mendukung ajaran dewaraja.
Bangunan candi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dianggap sebagai bagunan suci yang memiliki tiga lapisan kehidupan.
Kaki candi, menjadi dasar atau pertama, yang adalah nafsu keduniawian.
Yang kedua, adalah bagian tubuh candi yang terlepas dari dunia nafsu duniawi,
Sedangkan yang ketiga adalah atap bangunan (kedewataan).
Candi dianggap sakral karena dewa-dewa dianggap berada di sekitarnya atau di dalamnya, yang menggunakan konsep tridhatu pada bangunan suci budha.
Maka bisa dikatakan bahwa candi sebagai tempat bersatunya manusia dengan para dewa, yang dilukiskan dalam bentuk relief-relief yang terukir indah di dinding candi pada masa Singasari dan Majapahit yang berkisah keagamaan.
3. Sastra kuno
Tidak hanya candi dan arca, karya sastra kuno juga muncul sebagai hasil karya sastra para pujangga pada masa itu.
Sastra kuno tersebut merupakan hasil rekam jejak sejarah di masa lampu mulai dari kehiudpan istana sampai aspek kebudayaan.
Karya sastra ini bisa ditemui dalam bentuk artefak, hingga prasasti yang bagian-bagiannya membentuk karya sastra, yang disebut dengan struktur.
Bagian dari karya sastra terdapat struktur kemudian alur, adegan sampai latar dan motif.
Menariknya, karya sastra pada masa kerajaan Majapahit ini adalah penggambaran relief candi.
Menggambarkan sesuatu pada muka relief candi berdasarkan kisah yang terjadi.
Kebanyakan, para pujangga yang menggubah karya sastra dalam bahasa Jawa Kuno itu berasal dari lingkungan kaum religius.
Karena kemahiran tulis-menulis, pengetahuan kaidah susastra, ajaran keagamaan, dan pengetahuan lain berkenaan dengan sastra tulis.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari