Intisari - Online.com -"Siapapun yang menguasai Samudera Hindia akan mendominasi Asia. Nasib dunia akan ditentukan di perairan ini."
Pernyataan ini dikeluarkan oleh Alfred Mahan, sejarawan dan mantan perwira Angkatan Laut Amerika Serikat, lebih dari 1 abad yang lalu.
Kini, ucapan yang tampak seperti ramalan itu sudah dikhawatirkan oleh India.
MelansirkanalYouTube media internasional WION (18/12/2021), dikatakan jika India sudah merasa ditantang di halaman belakangnya sendiri oleh China lewat militernya.
Tentara Rakyat China (PLA) ternyata sudah dikirimkan ke Samudera Hindia untuk menguasai salah satu perairan strategis tersebut.
Lantas bagaimana rencana China menguasainya?
Samudera Hindia adalah samudera terbesar ketiga di dunia, menutupi hampir 20% dari permukaan air di muka bumi.
China ingin menguasai Samudera Hindia agar bisa melindungi kepentingan ekonominya.
Lebih dari 20 tahun, kepentingan China di Samudera Hindia telah meningkat dengan drastis, secara kasarnya 80% dari impor minyak China atau transit mereka melewati Samudera Hindia atau Selat Malaka.
Saat ini, kedua perairan ini tidak berada di tangan China.
Sementara itu, 95% dari perdagangan China dengan Timur Tengah, Afrika, dan Eropa melewati Samudera Hindia.
Maka, China mulai melaksanakan strategi ekspansi paling mudah: membangun pelabuhan, yang bisa dengan mudah membuat mereka hadir di Samudera tersebut.
Selain pelabuhan, China juga menginginkan pangkalan militer sendiri di Samudera Hindia.
Tahun lalu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) merilis daftar kandidat pangkalan militer baru milik China.
Dikatakan dari daftar tersebut antara lain Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola dan Tajikistan.
Dari daftar ini, kemungkinan negara yang ditarget China untuk membangun pangkalan militer antara lain Thailand, Myanmar, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Tanzania, Namibia, dan Seychelles.
Faktanya, di UEA, China berusaha membangun pangkalan militer secara rahasia, sebuah laporan intelijen AS melaporkan dibangunnya Pelabuhan Khalifa di UEA oleh China.
The Guardian melaporkan dari Wall Street Journal jika citra satelit menunjukkan dari pelabuhan Khalifa aktivitas pembangunan mencurigakan di dalam terminal container yang dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan pengiriman China, Cosco.
Untuk melaksanakannya secara rahasia, ada beberapa hal yang tampaknya tidak diberitahukan oleh pihak Beijing ke UEA, seperti dilaporkan WSJ jika UEA baru-baru ini memerintahkan dihentikannya pekerjaan di fasilitas China di negara mereka, setelah pejabat AS berargumen jika Beijing berniat menggunakan situs tersebut untuk tujuan militer.
Namun, kekhawatiran India belum selesai, pekerjaan di UEA mungkin saja sudah dihentikan, sayangnya China masih punya pilihan lebih mudah yaitu Pakistan.
Pakistan menjadi lokasi sangat strategis bagi China untuk membangun pangkalan militer di Samudera Hindia, karena lokasinya yang memiliki pantai menuju Samudera tersebut dan hubungan erat antara Islamabad dan Beijing.
Beberapa keuntungan ini antara lain:
Pertama, PLA sudah mengenal pelabuhan Karachi, kapal-kapal mereka sudah mengunjungi pelabuhan ini selama berpuluh-puluh tahun lamanya, sejak 1995.
Sejak saat itu China sudah rutin mengirimkan pasokan persenjataan militer ke Pakistan terutama ke pelabuhan Karachi.
Tahun 2020, Pakistan dan China melaksanakan latihan gabungan bernama "Sea Guardians-2020" di Karachi.
Untuk latihan ini, Angkatan Laut PLA mengirimkan 5 kapal perang termasuk kapal perusak, kapal fregat, kapal suplai dan kapal selam dengan dua helikopter dan lebih dari 60 tentara pasukan khusus.
Rencana dua negara makin jauh dengan dikabarkan dari Nikkei Asia jika Pakistan dan China berniat mengembangkan pantai Karachi.
Opsi China di Pakistan tidak hanya di Karachi, tapi juga di pelabuhan Gwadar.
Sejak nama pelabuhan ini diumumkan, banyak yang bertanya-tanya akan dipakai apa pelabuhan tersebut.
China mengatakan Gwadar hanya dipakai untuk perdagangan, dan banyak yang tidak percaya dengan pernyataan China ini.
Beberapa kejanggalan antara lain Gwadar termasuk wilayah paling terbelakang di Pakistan, kekurangan air yang parah membuat aktivitas ekonomi sulit di daerah tersebut.
Biaya untuk memindahkan minyak dari Gwadar juga sangat mahal karena harus melewati 4000 km dari Gwadar ke provinsi paling berpopulasi di China, yang akan dibanderol USD 8 (Rp 112.000) per barrelnya.
Jarak dari Gwadar ke China juga jauh, karena kontainer berarti harus melewati seluruh Pakistan, yaitu 1800 km jauhnya.
Itulah sebabnya India bisa cepat menyimpulkan jika pelabuhan Gwadar tidak dibuat untuk perdagangan, karena jika untuk perdagangan saja China bisa rugi.
China sudah menghabiskan lebih dari USD 1 miliar untuk membangun pelabuhan Gwadar, tentunya tujuan mereka lebih dari perdagangan semata, yaitu untuk militer.
Keuntungan pelabuhan Gwadar untuk pangkalan militer antara lain bisa mendukung kapal penyerang amfibi tipe 075, kapal pengisian armada tipe 091 dan mungkin juga kapal induk.
Saat ini Gwadar memang tidak dipakai China, tapi bukan berarti mereka tidak akan menggunakannya, seperti yang dikhawatirkan India yaitu pernyataan salah satu pejabat PLA mengenai pelabuhan Gwadar: "makanan sudah ada di piring, kami akan memakannya kapanpun kami mau."
Terkuak beginilah strategi China menggunakan program investasi mereka, Belt and Road Initiative untuk membangun pelabuhan dua strategi: perdagangan dan militer.
Selanjutnya dari negara-negara anggota BRI yang pelabuhannya sudah dikuasai China, China akan menggunakannya sebagai pangkalan militer kemudian menghubungkan satu sama lain untuk memperkuat militer China.
Bahkan China sudah mengesahkan strategi ini di tahun 2016 dengan meloloskan UU bernama "Undang-undang Transportasi Pertahanan Nasional."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini