Nasi Sudah Jadi Bubur, Kereta Cepat Kuras APBN dan Tumpuk Utang dari China, Padahal Mahathir Sudah Peringatkan Ini Usai Negaranya Jadi Korban Utang Tiongkok

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

Intisari-Online.com- Mahathir bin Mohamad yang mundur sebagai PM Malaysia pada 2020 lalu, pernah memberikan peringatan keras bagi negara manapun yang berhutang ke China.

Bagi Mahathir, utang dari China adalah jebakan.

Saat Mahathir masih menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia, dia berujar jika tak bisa melunasinya maka negara pengutang akan berada di bawah kontrol China.

Waktu itu Malaysia di bawah kontrol China karena pemerintahan Najib Razak mengambil pinjaman ke Negeri Tirai Bambu namun tak bisa dilunasi malah dikorupsi.

Baca Juga: Ancaman China Meningkat, India Tawari Indonesia Rudal BrahMos Rudal Jelajah Anti-Kapal Tercepat di Dunia, Untuk Apa?

Hal ini membuat Mahathir harus pergi jauh-jauh ke Jepang untuk berhutang.

Gali lubang tutup lubang, utangan dari Jepang itu untuk melunasi utang Malaysia ke China.

Mahathir memperingatkan agarnegara manapun berhati-hati mengenai potensi jebakan yang bisa menimpa mereka jika tak bisa melunasi pinjaman layaknya Malaysia.

Sementara itu, kini meski menuai banjir kritik dan dinilai melanggar janji yang sudah diikrarkan berulang kali, pemerintah Indonesia bergeming dan tetap mengucurkan duit APBN untuk menambal pembengkakan biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Baca Juga: China Sebut AS Sudah Begitu 'Sembrono dan Sesat,' Tiongkok Ancam Lakukan Serangan Balik Lantaran Amerika Melakukan Hal yang Dianggap Merugikan Ini

Dilansir dari Antara, Kamis (4/11/2021), proyek pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) dan komitmen pendanaan dari China Development Bank (CBD).

"Masuknya investasi pemerintah melalui PMN kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemimpin konsorsium (leading consortium) Kereta Cepat Jakarta Bandung bisa mempercepat penyelesaian pengerjaan proyek setelah sempat tersendat akibat pandemi Covid-19," kata Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi dalam keterangannya di Jakarta.

Menurut Dwiyana, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh CDB dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Baca Juga: Tak Sudi China Makin Kuat diLaut China Selatan, Amerika Nekat Keliling Asia Tenggara Termasuk Indonesia,Klaim Bisa Ratakan China Dengan Gunakan Strategi Ini

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia.

PMN yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 3,4 triliun, digunakan untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.

Sedangkan pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp 64,9 triliun.

Janji tanpa APBN

Dalam beberapa kesempatan, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, berungkali menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah murni dilakukan BUMN.

Baca Juga: Kontras dengan Negara ASEAN Lain, Kamboja Mantap Pilih Memihak dengan China dan Bahkan Rela Pangkalan Militernya Dipakai China untuk 30 Tahun Guna Kalahkan AS, Begini Kondisinya

Menggunakan skema business to business, biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari China.

Dana juga bisa berasal dari penerbitan obligasi perusahaan.

"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015.

"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN," ucap Jokowi menegaskan.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Pasrah Pelabuhannya Dikuasai China Karena Tak Bisa Membayar Utang, Negara Tetangga Ini Malah Dikenai Larangan Ekspor AS yang Ngamuk Berat

(*)

Artikel Terkait