Dia membuat dirinya dan para pengikutnya selalu ada untuk ayahnya Bima kapan saja.
Yang harus dilakukan Bima adalah cukup memikirkannya dan Gatotkaca akan muncul.
Seperti ayahnya, Gatotkaca terutama bertarung dengan tongkat.
Istrinya adalah Ahilawati dan putranya adalah Barbarika.
Dalam Mahabharata, Gatotkaca dipanggil oleh Bima untuk berperang di sisi Pandawa dalam pertempuran Kurusetra.
Memohon kekuatan magisnya, dia membuat malapetaka besar bagi Kurawa.
Khususnya setelah kematian Jayadrata, ketika pertempuran berlanjut hingga matahari terbenam, kekuatannya paling efektif (pada malam hari).
Pada titik pertempuran ini, pemimpin Kurawa Duryudana mengimbau pejuang terbaiknya, Karna, untuk membunuh Gatotkaca karena seluruh pasukan Kurawa hampir musnah karena serangan tanpa henti dari udara.
Karna memiliki senjata dewa, atau shakti, yang diberikan oleh dewa Indra.
Itu hanya bisa digunakan sekali, dan Karna telah menyimpannya untuk digunakan pada musuh bebuyutannya, petarung Pandawa terbaik, Arjuna.
Karna yang setia, tidak dapat menolak permintaan Duryudana yang telah berjanji untuk mengabdi, melemparkan senjatanya ke Gatotkaca dan membunuhnya.
Ini dianggap sebagai titik balik perang.
Setelah kematia Gatotkaca, penasihat Pandawa Krisna tersenyum, karena dia menganggap perang telah dimenangkan Pandawa.
Itu karena Karna tidak lagi memiliki senjata ilahiah untuk digunakan dalam memerangi Arjuna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer.
Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatotkoco (bahasa Jawa: Gathotkaca).
Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR