Investasi Migas Indonesia Lesu Setelah Raksasa Migas Dunia Ini Tinggalkan Ladang Gas Besar di Indonesia, Pakar Menyebut Kondisi Ini Sebagai Langkah Positif Bagi Industri Migas, Begini Analisisnya

May N

Penulis

Fasilitas gas alam Masela di Laut Arafura. Indonesia akan menggunakan industri gas alam untuk menggantikan industri batubara dan mencapai karbon netral tahun 2060
Fasilitas gas alam Masela di Laut Arafura. Indonesia akan menggunakan industri gas alam untuk menggantikan industri batubara dan mencapai karbon netral tahun 2060

Intisari - Online.com -Aset pengelolaan ladang minyak dan gas di Indonesia baru saja dijual oleh perusahaan migas dunia, ConocoPhillips (COP.N).

Dikabarkan Rabu (8/12/2021) ConocoPhillips (COP.N) akan menjual aset Indonesia mereka untuk USD 1,355 miliar kepada MedcoEnergi.

MedcoEnergi atau Medco Energy adalah perusahaan lokal yang menangani pengelolaan aset migas.

Mengutip Energy Voice, langkah ini disebut pukulan bagi citra Indonesia dalam jangka panjang.

Baca Juga: Simpan Cadangan Migas Terbesar di Indonesia, China Klaim Natuna Utara Miliknya dan Tuntut RI Stop Lakukan Ini hingga Picu Ketegangan

Hal ini karena saat ini Indonesia sedang berupaya menarik investasi asing.

Meski begitu, pakar secara umum memandang kesepakatan ini sebagai hal yang positif.

“Ini membawa perusahaan yang ingin berinvestasi. Melipatgandakan rilis Metco. Allround adalah kesepakatan yang bagus,” Andrew Harwood, direktur penelitian Asia Pasifik di Wood Mackenzie, mengatakan kepada Energy Voice.

Kesepakatan tersebut menuliskan MedcoEnergi akan membeli 54% saham di ConocoPhillips.

Baca Juga: Bak Sedang Ketiban Rezeki Nomplok, Dulu Sempat Dirumorkan Terancam Bangkut, Ladang Minyak Timor Leste Mendadak Malah Datangkan Uang Triliunan Gara-gara Hal Ini

ConocoPhillips sendiri merupakan perusahaan yang mengendalikan 54% kepemilikan operasional di Giant Corridor Production Sharing Agreement di lepas pantai Sumatra dan TransAsia Pipeline.

Aset Indonesia tersebut menghasilkan sebanyak 50 ribu barel (MBOED) minyak per hari selama 9 bulan yang berakhir 30 September 2021, kemudian pada akhir 2020, ada cadangan sebesar 85 juta barel minyak menurut laporan dari ConocoPhillips.

“Secara harga, ConocoPhillips sepertinya sudah mencapai harga yang bagus, tapi Medco berpeluang besar untuk direalisasikan oleh operator Indonesia,” kata Harwood.

“Seorang operator Indonesia mungkin memiliki peluang yang lebih baik untuk bernegosiasi dengan pemerintah, terutama jika memiliki koneksi politik. Ini dapat membantu ketika menegosiasikan perjanjian pengembangan, perjanjian penjualan baru, atau peningkatan keuangan,” tambah Harwood.

Baca Juga: Seharusnya Bisa Dipanen Tapi Makin Mundur Karena Pandemi Covid-19, Inilah Tiga Ladang Gas Raksasa RI yang Kini Nasibnya Makin Tidak Jelas, Termasuk Natuna

“Dari perspektif kebanggaan nasional, pemerintah ingin meminta pertanggungjawaban operator Indonesia atas aset produksinya yang besar,” katanya.

Dikabarkan selanjutnya jika ConocoPhillips juga mengatakan mereka akan membeli tambahan 10% saham di Australia Pacific LNG (APLNG) dari Origin Energy (ORG.AX) senilai USD 1.645 miliar.

Harwood menyebut pembelian saham APLNG ini membuat ConocoPhillips berubah dari properti matang menjadi kemerosotan.

Total kepemilikannya menjadi 47,5% di APLNG.

Baca Juga: Terletak di Laut Timur Indonesia, Ladang Gas Terbesar di Asia Tenggara Milik Indonesia Ini Justru Terancam Ikut Membeku dan Tidak Laku Seperti Natuna, Hal Tak Masuk Akal Ini Sebabnya

Origin Energy yang berbasis di Sydney setuju untuk menjual sahamnya di EIG Partners, sedangkan Sinopec China juga memiliki 25% saham.

Untuk itu, ConocoPhillips akan menjadi mitra terbesar dalam proyek ini.

“Kawasan Asia-Pasifik memainkan peran kunci dalam keunggulan diversifikasi kami sebagai E&P independen, dan kedua transaksi ini meningkatkan keunggulan itu dengan mengurangi tingkat penurunan kami secara keseluruhan dan mendiversifikasi bauran produk kami,” kata CEO Ryan Lance dalam sebuah pernyataan.

Meski begitu, Indonesia tidak bisa tutup mata lagi mengenai banyaknya investor yang meninggalkan Indonesia.

Baca Juga: Timor Leste Kembali Diperas Australia Berkedok Tawaran Menggiurkan 51 Ribu Triliun Rupiah, Ladang Gas Sumber Polusi Ini Direncanakan Dipakai Lagi, Mengancam Kehidupan Biota Laut

Beberapa tahun terakhir saja banyak perusahaan migas besar antara lain Total dan Chevron, meninggalkan Indonesia atau mengurangi posisinya.

Shell juga berusaha melepas diri dari perannya dalam usulan pengembangan ladang gas Masela yang didorong oleh Inpex Jepang.

“Ini pandangan jangka panjang. Setiap ada investor asing yang keluar dari Indonesia, nama baik negara rusak dan total modal menyusut,” kata pakar migas dari Jakarta.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait