Advertorial
Intisari-Online.com - Pernahkah Anda mendengar kisahSyekh Jumadil Kubra?
Dalam era Kerajaan Majapahit, namaSyekh Jumadil Kubra tidak terlalu dikenal.
Mungkin karena Kerajaan Majapahit identik dengan agama Hindu. SementaraSyekh Jumadil Kubra adalah orang Islam.
Bagaimana kisahSyekh Jumadil Kubra di era Majapahit?
RupanyaSyekh Jumadil Kubra merupakan seorang syekh yang kepadanya semua wali Jawa dihubungkan.
Akan tetapi kisah mengenai dirinya sebenarnya simpah siur.
Ada yang menceritakan kisahnya dalam kepustakaan berbahasa Jawa. Ada pula yang menghubungkannya dengan Majapahit.
Dalam Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat yang ditulis Martin van Bruinessen,Syekh Jumadil Kubra dikenal sebagai moyang para wali Jawa.
Seperti Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Ampel.
"Bahkan juga wali yang paling Jawa di antara para wali, Sunan Kalijaga," tulis Van Bruinessen dikutipdarihistoria.id pada Selasa (7/12/2021).
Ada juga kisah berbahasa Jawa yang menyebutSyekh Jumadil Kubra sebagai kakek buyut seorang wali lainnya lagi.
Yakni Sunan Giri pertama.
Kisahnya menyebut dia sebagai ayah dari Sunan Ampel yang menetap di Gresik.
Lalu Sunan Ampel mempunyai anak bernama Maulana Ishaq yang menikahi putri Raja Blambangan dan mempunyai anak bernama Sunan Giri.
Kisahnya lainnya ditulis dalam The Hisroty of Java oleh Thomas Stamford Raffles.
Dia mencatat bahwaSyekh Jumadil Kubra bukanlah seorang moyang.
Melainkan pembimbing wali yang pertama.
Raden Rahmat yang kelak menjadi Sunan Ampel datang dari Chmpa ke Palembang, kemudian pergi ke Majapahit.
Di sana dia mengujungi seorang ahli ibadah yang tinggal di Gunung Jati.
DialahSyekh Jumadil Kubra.
Rupanya kedatangan Raden Rahmat sudah diprediksi olehSyekh Jumadil Kubra.
Selanjutnya dia dipilih untuk mendakwahkan ajaran Nabi Muhammad di Pulau Jawa.
Dengan perjalaan itu, Van Bruinessen percaya bahwaSyekh Jumadil Kubra dipercaya sebagai wali muslim Jawa yang paling tua.
Dia memang berasal dari Majapahit dan hidup sebagai pertapa di hutan.
Hingga hari ini, legendaSyekh Jumadil Kubra dikenal di beberapa wilayah.
Seperti Banten-Cirebon, Gresik-Majapahit, Semarang-Mantingan, dan Yogyakarta.
Akan tetapi makamnya berada didi Trowulan, Mokokerto.
Di sana ada sebuah pusara dikenal sebagai Kubur Tunggal. Itulah konon tempat Syekh Jumadil Kubra dmakamkan.
Pada nisannya hanya terdapat kutipan ayat-ayat Al-Quran.
Yakni Surah Ar-RahmanL26-27, Surah Al QasasL88, dan dua kalimat dalam bahasa Arab dan Asmaul Husna.
Sedangkan namaSyekh Jumadil Kubra sendiri tidak tertera pada nisan.
Walau begitu, para peziarah datang setiap malam Jumat Legi dan mengadakan haul.
NamaSyekh Jumadil Kubra juga disebut dalam Serat Kandha.
Di mana dia disebut sebagai salah satu dari empat tokoh suci umat Islam di zaman kuno.