Intisari-Online.com - Gunung Semeru erupsi pada Sabtu (4/12/2021) bukanlah untuk kali pertama.
Melansir Kompas.com, letusan gunung ini pertama kali dicatat terjadi pada 8 November 1818.
Jarak antara satu erupsi Gunung Semeru dan erupsi berikutnya bisa dibilang tak panjang, tetapi tak tetap juga.
Kadang-kadang, setiap tahun ada erupsi, bahkan bisa lebih dari sekali dalam setahun, tetapi bisa pula berjeda 11 tahun baru ada erupsi lagi.
Fakta tersebut setidaknya merujuk pada penggalan data dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebelum erupsi pada Sabtu kemarin, misalnya, Gunung Semeru batuk-batuk setidaknya dua kali pada 2020.
Sementara itu dalam hikayat, Gunung Semeru dianggap sebagai Gunung Meru yang berpindah dari India.
Gunung ini juga dikenal dengan nama Gunung Smeru, Smiru, Meru, dan Miru.
Konon, para dewa-lah yang memindahkan gunung ini dari India ke Pulau Jawa.
Lebih jauh, dikisahkan bahwa pemindahan dilakukan untuk memaku Pulau Jawa agar tidak njomplang alias condong ke barat.
Hikayat campur tangan para dewa menempatkan Gunung Semeru di Pulau Jawa dikutip antara lain oleh Denys Lombard dalam buku jilid ketiga Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerjaan Konsentris.
Merujuk pada naskah Jawa abad ke-16, Tantu Panggelaran—ada yang menyebut juga Tantu Pagelaran—, Lombard mengutip kisah Bhatara Guru (Siva atau Shiwa) bertapa di Gunung Dieng.
Dalam semedinya, Bhatara Guru meminta kepada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu agaru Pulau Jawa diberi penghuni.
Atas permintaan itu, Dewa Brahma mencipta kaum lelaki dan Wisnu mencipta perempuan.
Tak berhenti di situ, para dewa pun memutuskan untuk tinggal di Pulau Jawa dengan sekalian memindahkan Gunung Meru—salah satu penamaan untuk Gunung Semeru—dari Negeri Jambudvipa alias India.
Sejak itu, Jawa menjadi bumi kesayangan para dewata.
Adapun Gunung Semeru disebut sebagai pinkalalingganingbhuwana, lingga bagi dunia.
(*)