Intisari-Online.com - Indonesia tengah berduka, pada Sabtu (4/12/2021) kemarin, terjadi erupsi Gunung Semeru, gunung yang terletak di Lumajang Jawa Timur.
Erupsi tersebut menyebabkan hilangnya nyawa 13 warga dan puluhan lainnya luka-luka.
Selain itu, banyak rumah hancur serta aset warga yang rusak tertimbun abu vulkanik.
Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawai mengungkapkan, upaya evakuasi terkendala kondisi medan pasca-erupsi Gunung Semeru.
"Sepuluh orang masih belum bisa dievakuasi karena lokasinya agak sulit, mobil tidak masuk lokasi karena lumpur sampai lutut," kata Wakil Bupati, yang biasa disapa Bunda Indah, dilansir dari Antara (5/12/2021).
Berdasarkan data pemerintah, pasca peristiwa tersebut, sekitar 300 warga Dusun Curah Kobokan sudah mengungsi di Balai Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro.
Dusun Curah Kobokan termasuk wilayah paling parah terdampak awan panas guguran Gunung Semeru.
Tampaknya masyarakat Indonesia harus terus waspada terhadap potensi bencana alam seperti ini, baru-baru ini BMKG membeberkan beberapa kawasan yang perlu mendapatkan perhatian terkait potensi terjadinya gempa dan tsunami.
Baca Juga: Sering Kita Lihat, Tahukah Kamu Apa Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
Wilayah tersebut, pertama, kawasan yang memiliki sumber gempa potensial di laut, seperti Sumatera, Selatan Jawa, Bali, Sulawesi, NTB, dan NTT.
“Hampir seluruh Indonesia Timur itu rawan tsunami,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (4/12/2021).
Wilayah kedua adalah kawasan yang memiliki catatan sejarah tsunami. Sedangkan wilayah ketiga, adalah kawasan-kawasan yang belum mengalami gempa besar cukup lama.
“Ini harus diperhatikan juga. Biasanya kalau kawasan sudah terjadi gempa besar, maka daerah tengah yang masih sepi bisa berpotensi,” lanjutnya.
Kemudian Daryono mencontohkan kawasan Selat Sunda, yang berdasarkan catatan BMKG belum pernah terjadi gempa besar selama ratusan tahun.
Sementara di wilayah sekelilingnya, termasuk Pangandaran sudah pernah mengalami.
“Itu yang harus kita waspadai,” tegasnya.
Mengenai potensi terjadinya tsunami setinggi delapan meter di kawasan Cilegon, Daryono meluruskan sejumlah informasi beredar yang menyatakan itu merupakan prediksi.
Menurutnya, pihak BMKG hanya memberi contoh bahwa Cilegon hanya daerah rawan, seperti daerah rawan lainnya.
“Kewajiban kita dalam memberikan pesan kewaspadaan menjelang Natal dan tahun baru. Sebetulnya kalau kita membandingkan potensi ketinggian tsunami di Cilegon ini justru lebih rendah daripada daerah lain ya, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera.”
Terkait fokus BMKG pada kawasan Selat Sunda, termasuk Cilegon, dia menuturkan bahwa di kawasan tersebut ada sumber gempa megathrust, yang disepakati oleh para ahli memiliki magnitudo tertarget hingga 8,7.
“Tidak hanya zona megathrust, tetapi di Selat Sunda ini juga terdapat sesar aktif dan juga tercatat gunung Anak Krakatau yang aktif, sehingga ini jadi perhatian kita," katanya.
(*)