Intisari-Online.com - Gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa, mengalami erupsi pada Sabtu (4/12) kemarin.
Hingg Minggu (5/12/2021) pukul 06.20 WIB tadi, BNPB mencatat ada sebanyak 13 korban jiwa akibat erupsi gunung yang terletak di Lumajang, Jawa Timur, tersebut.
Mengutip Kompas.com, hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kapusdatin BNPB Abdul Muhari.
Abdul mengatakan, dari 13 korban itu, dua di antaranya sudah dapat teridentifikasi jenazahnya.
"Itu yang teridentifikasi baru dua orang atas nama Poniyim 50 tahun, dari Curah Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, dan Pawon Riyono," kata Abdul.
"Jadi 13 orang korban ini merupakan update langsung dari lapangan dari Bapak Kepala BNPB," ujarnya.
Menurut Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Ekologi (PVMBG), erupsi gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu kemarin itu diawali dengan kejadian laharan pukul 13.30 WIB.
Sementara itu, seorang korban selamat menceritakan betapa mencekamnya erupsi Gunung Semeru yang terjadi cukup mendadak.
Melansir Tribunnews.com (5/12/2021), Sinten (60) dan cucunya Dewi Novitasari (17), merupakan korban selamat dari ganasnya erupsi Gunung Semeru yang terjadi kemarin sore.
Mbah Sinten yang merupakan warga Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, Pronojiwo, Lumajang ini menceritakan bagaimana ia menyelamatkan diri bersama cucunya.
Ia tengah bersantai ketika batu-batu meluncur deras menghantam genting rumahnya hingga menimbulkan suara gemuruh.
Mendengar suara itu, Mbah Sinten sempat terperanjat. Kemudian dengan keadaan panik, ia membangunkan cucunya yang tengah tidur di kamarnya.
Ia kemudian menggedor pintu kamar cucunya, Dewi.
Begitu Dewi membuka pintu kamarnya, Mbah Sinten segera mengajak cucunya untuk berlindung ke tempat yang lebih aman.
Keduanya berlari hingga 13 kilometer ke tempat lebih aman sebelum awan panas guguran menyapu rumahnya hingga luluh lantak.
Meski Mbah Sinten bercerita bahwa sebelum letusan terjadi Dusun Curah Kobokan sempat diguyur hujan abu bercampur batu, tetapi menurutnya letusan itu terjadi begitu cepat.
"Gunung Semeru meletus dengan cepat. Sebelumnya, tidak ada tanda-tanda akan erupsi. Saat erupsi seperti kiamat," katanya, saat ditemui di RSUD dr. Haryoto, Lumajang, Sabtu (4/12/2021).
Sesampainya di luar rumah, Sinten dan Dewi sempat menengok ke arah Gunung Semeru. Gunung Semeru terlihat memuntahkan asap abu-abu tebal ke udara.
Sementara itu, suhu udara langsung terasa panas, menyengat kulitnya.
Tak lama, langit berubah gelap, kilatan petir juga menyambar-nyambar.
Ia tak sempat menyelamatkan harta bendanya, yang di pikirannya hanya menyelamatkan diri.
Ia bersama cucunya berlari ke rumah tetangga yang berjarak sekira 1 kilometer untuk berlindung.
Kemudian, setelah langit kembali terang, mereka kembali berlari ke masjid sekitar 5 kilometer.
Di sana, mereka beristirahat sejenak dan merapalkan doa.
"Lalu, kami berjalan lagi hingga ke Dusun sebelah, Dusun Gunung Sawur sekira 7 kilometer.
"Napas sudah ngos-ngosan. Selama dua jam, kami mengamankan diri di rumah warga Dusun Gunung Sawur. Setelah itu, kami dievakuasi menggunakan mobil pick up ke Desa Sumbermujur," terang Dewi.
Mbah Sinten dan Dewi selamat, tapi kabar tak mengenakan mereka dapatkan. Satu keluarganya, Samsul Arifin (30), menjadi korban luka dan tengah dilarikan di RSUD dr Haryoto Lumajang.
Rupanya, Samsul Arifin saat itu sedang bertugas menjaga portal tambang dekat Gunung Semeru. Mereka pun segera menuju rumah sakit untuk melihat keadaan saudaranya yang tengah dirawat.
(*)