Advertorial
Intisari-Online.com - Dari Pararaton, diketahui bahwa Raja Jayanegara mempunyai julukan Kala Gemet, yang berarti jahat dan lemah.
Julukan ini disematkan karena sang raja memiliki kepribadian yang kurang baik dan dianggap lemah sebagai penguasa, sehingga banyak yang memberontak.
Salah satu tindakan buruk yang dilakukannya adalah mengurung adik tirinya, Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi, agar tidak dinikahi orang lain.
Hal ini dilakukan karena Raja Jayanegara ingin menikahi keduanya supaya tidak perlu khawatir akan kehilangan takhtanya.
Namun, niatnya itu ditentang oleh Gayatri, ibu Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Selama memerintah, sang raja juga kerap merayu istri dari para pejabat istana.
Selain itu, banyak yang tidak menyukai Raja Jayanegara karena ia bukan putra yang lahir dari permaisuri ataupun keturunan Raja Kertanegara.
Seperti diketahui, ibunya hanyalah seorang selir dan berdarah Melayu.
Melihat sikap dan sifat Jayanegara, para pejabat istana pun semakin yakin bahwa takhta Majapahit telah jatuh ke tangan orang yang salah.
Raja Jayanegara tewas dibunuh
Berkat peran Gajah Mada, Raja Jayanegara berhasil selamat dari serangkaian pemberontakan yang melanda kerajaan selama pemerintahannya.
Meskipun setelah Pemberontakan Kuti pemerintahannya berangsur membaik, akan tetapi kekecewaan para pejabat istana terhadap sikapnya tidak dapat dihilangkan.
Pada 1328, Raja Jayanegara tewas setelah ditusuk Ra Tanca, anggota Dharmaputra yang juga bertidak sebagai seorang tabib.
Terdapat beberapa versi cerita tentang alasan sebenarnya kenapa Jayanegara dibunuh.
Beberapa sejarawan menduga bahwa aksi Ra Tanca dilatarbelakangi oleh sikap Jayanegara yang kerap menggoda istrinya.
Versi lainnya menyatakan bahwa Ra Tanca menyimpan dendam akibat kematian Ra Kuti, kawannya sesama Dharmaputra, dalam pemberontakan 1319 dan tidak senang terhadap perlakuan raja kepada Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Raja Jayanegara kemudian dicandikan di dalam pura, di Sila Petak, dan di Bubat, dengan arca Wisnu, serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amoghasiddhi.
Setelah kematiannya, takhta jatuh ke tangan Tribhuwana Tunggadewi, karena Jayanegara tidak memiliki keturunan.
(*)