Akan tetapi, seorang pemimpin yang dipandang sebagai Satria Piningit belum tentu dapat menjadi Ratu Adil.
Hal itu karena untuk menjadi Ratu Adil tentu harus bersikap adil dan peduli kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya, tidak mementingkan diri sendiri atau kelompok dan golongan yang mendukungnya, kebijakannya semata-mata hanya untuk melindungi bukan sebaliknya memeras rakyat.
Gabungan dari kedua istilah itu kemudian muncul istilah satria piningit sinisihan wahyu ratu adil yang juga mencerminkan karakter seorang pemimpin.
Dari ciri, sifat dan karakter yang disebutkan lebih merujuk kepada model kepemimpinan dari suatu Negara yang pemimpinnya mampu menegakkan keadilan.
Merujuk pada dokumen lain misalnya dalam kitab Musarar hasil gubahan Sunan Giri Prapen (bait.159) yang juga bersumber dari jangka Jayabaya.
Kitab Musarar adalah konsep ketatanegaraan yang apabila diterapkan mampu menghasilkan masyarakat adil dan makmur sebagai penggambaran sosok Ratu Adil.
Demikian halnya dalam penggambaran kehadiran Satrio Piningit (satria penolong tersembunyi) ditandai munculnya Ratu Adil.
Masih menurut ramalan Jayabaya, symbol kemunculannya ditandai beberapa tahap dari suatu peristiwa diantaranya; senapati, bajanegara, dan natanegara.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR