Intisari - Online.com -Sejarah kebudayaan Jawa tidaklah lepas dari kehidupan para leluhur yang berjaya di masa kerajaan Hindu-Buddha, salah satunya mengenai kerajaan Majapahit.
Sebagai kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara berpusat di Jawa Timur, Majapahit begitu kuat karena raja-raja yang pernah memimpinnya.
Namun, sosok-sosok mereka tidak akan hadir tanpa sosok kunci yang disebut-sebut sebagai leluhur para raja-raja Jawa.
Ialah Ken Dedes, yang konon disebut sebagai titisan Batari Durga, seperti ditulis oleh sejarawan Peter Carey dan Vincent Houben dalam buku mereka "Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX".
"Batari Durga, dewi mengerikan yang menjadi ratu "keraton jasad" di hutan Krendowahono di utara Surakarta," tulis Peter Carey dan Vincent Houben, mengutip Stephen Headley di tahun 1979 dalam "The Ritual Lancing of Durga's Buffalo in Surakarta and the Offering in the Krenowahono forest of its blood" dalam Francien van Anrooij dll (peny.), Between People and Statistics; Essays on Indonesian History presented to Pieter Creutzberg, hlm. 49 - 58. The Hague: Nijhoff.
Mengapa Ken Dedes bisa disebut sebagai titisan Batari Durga?
Sebelumnya, perlu dibahas dahulu silsilah dari Ken Dedes sampai dengan Majapahit.
Menurut kitab Raja-raja (Pararaton), Ken Dedes adalah istri Ken Arok (1222 - 1247 M), pendiri Kerajaan Singasari.
Ken Dedes atau Dyah Ayu Sri Maharatu Mahadewi Ken Dedes adalah ratu pertama Singasari, sebelumnya ia adalah istri adipati Tumapel, Tunggul Ametung, dan Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk bisa menikahi Ken Dedes dan menguasai Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang nantinya dikenal sebagai Singasari.
Singasari adalah kerajaan Hindu di Jawa Timur sebelum Majapahit.
Nama Ken Dedes, Ken Arok, ataupun Tunggul Ametung hanya tercatat dalam Pararaton, dan Negarakertagama tidak menyebut nama-nama tersebut.
Kedua kitab ini sering dipakai untuk rujukan utama mengurai riwayat Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Legenda Ken Dedes sendiri begitu 'panas' dan digambarkan sebagai wanita yang begitu cantik karena begitu tersohor dan membuat Tunggul Ametung maupun Ken Arok dimabuk cinta.
Disebutkan R. Pitono dalam buku Pararaton terbitan 1965 menyebut Ken Dedes adalah anak perempuan dari Empu Purwa, pendeta Buddha aliran Mahayana, sedangkan Babad Pasek yang telah diterjemahkan I Gusti Bagus Sugriwa (1976) menyebut ayah Ken Dedes adalah Empu Purwanatha, dan Mpu Purwa adalah saudara laki-lakinya.
Mpu Purwanatha awalnya tinggal di Daha, ibu kota Kerajaan Kediri, tapi karena perilaku Raja Kediri, Kertajaya (1194 - 1222 M) yang kejam dan tidak menghormati kaum brahmana, Mpu Purwanatha dan brahmana lainnya pindah.
Mpu Purwanatha menetap di Desa Panawijen (sekarang di sekitar Malang) di lereng Gunung Kawi dan menjadi wilayah Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung selaku adipati (pejabat daerah setara camat).
Baca Juga: Punakawan yang Suka Bergurau Namun Patuh pada Junjungannya
Tumapel saat itu termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri.
Ken Dedes sudah terkenal begitu cantik dan membuat Tunggul Ametung ingin melihat sendiri kecantikannya, dan saat Tunggul Ametung tiba, Ken Dedes tengah sendirian karena ayahnya sedang di hutan. Ken Dedes meminta Tunggul Ametung menunggu ayahnya pulang, tapi hasratnya tidak terbendung dan Ken Dedes dibawa paksa ke Tumapel.
Ketika Mpu Purwanatha pulang ia berang anaknya hilang dan tidak ada yang memberitahunya anaknya ke mana karena takut dengan Tunggul Ametung, hal itu membuat Mpu Purwanatha mengucap kutukan:
“Semoga yang membawa lari anakku tidak akan selamat hidupnya. Semoga ia mati tertikam keris,” kutuk Mpu Purwanatha seperti yang dikutip dari Pararaton oleh Slamet Muljana melalui buku Menuju Puncak Kemegahan (2005).
Kepada penduduk desa, sang empu juga merapal mantra, “Semoga sumur-sumur di Panawijen kering dan sumber-sumber air tidak mengeluarkan air lagi sebagai hukuman karena mereka tidak memberi tahu akan keberadaan anakku.”
“Semoga anakku yang telah mempelajari karma amadangi tetap selamat dan mendapatkan kebahagiaan yang besar,” seru Mpu Puwanatha dalam murkanya.
Sumpah serapah itu jadi kenyataan. Tunggul Ametung nantinya mati ditusuk keris oleh Ken Arok, pengawal sang adipati.
Ken Dedes kemudian dinikahi Ken Arok yang lantas menjadi penguasa Kerajaan Singasari.
Ken Arok sendiri disebutkan dalam "Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX" jika ia berasal dari keluarga biasa-biasa saja, tapi legenda lain menyebut ia merupakan berandal walaupun ia adalah anak pejabat daerah Kediri.
Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe kemudian tobat dan bekerja dengan Tunggul Ametung guna menjadi pengawal.
Namun suatu hari ia mengawal Tunggul Ametung dan Ken Dedes berada di taman, tanpa tidak sengaja Ken Arok melihat kain Ken Dedes tersingkap dan dari bagian rahasia Ken Dedes konon terpancar cahaya.
Ken Arok menceritakannya kepada Lohgawe, yang mengatakan jika perempuan memancarkan sinar dari bagian intimnya berarti ia adalah sri nareswari atau perempuan utama, seperti dikutip dari Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapel en Majapahit (1886) yang ditulis Jan Laurens Andries Brandes.
Konon, pria yang bisa menikahi wanita seperti ini akan menjadi penguasa besar.
Disebutkan juga dalam kitab Pararaton jika wanita 'panas' seperti Ken Dedes adalah ardhanariswari, perempuan terpilih di antara kaum hawa dan seorang lelaki walaupun miskin atau rendah tingkat sosialnya, jika berhasil meminangnya maka bisa menjadi raja kondang, ditulis B.J.O. Schrieke (1957) dalam Indonesian Sociological Studies. Part 2. The Ruler and the Realm in Early Java. The Hague/Bandung: Van Hoeve, seperti dikutip dari "Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX".
Ken Arok pun berniat menghabisi Tunggul Ametung, dan suatu malam ia menikam Tunggul Ametung dengan keris buatan Mpu Gandring, kemudian Ken Dedes dan Ken Arok menikah meskipun Ken Dedes mengandung anak Tunggul Ametung.
Tidak ada yang berani menentang pernikahan mereka dan keduanya disebut saling mencintai.
“Saling mencintai Ken Arok dan Ken Dedes selama pernikahannya. Ketika genap bulannya, lahirlah anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung, dinamai Anusapati, nama sebutannya Panji Anengah,” tulis Jan Laurens Andries Brandes menukil isi Pararaton.
Ken Arok mulai memakai gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi dan Ken Dedes memakai gelar Dyah Ayu Sri Maharatu Mahadewi, kemudian Ken Arok mulai mengincar Kerajaan Kediri dan timbullah Perang Ganter yang menewaskan Raja Kertajaya dan membuat wilayah kekuasaan Ken Arok bertambah luas.
Inilah peristiwa berdirinya kerajaan Singasari, dan Ken Arok mendirikan Wangsa Rajasa yang menjadi penguasa Singasari dan berlanjut pada kerajaan Majapahit.
Sehingga begitulah cerita bagaimana Ken Dedes, wanita terpilih yang disebut-sebut titisan Batari Durga menjadi leluhur Raja-raja Majapahit sampai Hayam Wuruk.
Baca Juga: Inilah Jumlah Populasi di Papua Barat, Rupanya Pendatang di Papua Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Batari Durga juga memiliki sifat 'panas' seperti Ken Dedes yang disebut-sebut membahayakan, tapi dengan sosok yang tepat bisa menjadi sosok yang sakti dengan energi positif.
Batari Durga juga bisa menjelma menjadi Dewi Uma, istri Batara Guru dalam bentuk energi positif yang mampu membawa kesejahteraan ke dunia manusia, seperti disebutkan Hardjowirogo dalam "Sejarah Wajang Purwa" Edisi Keempat, dikutip dari "Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini