Penulis
Intisari-Online.com – Didirikan dan sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya memerintah pada tahun 1293-1309.
Ketika Raden Wijaya mangkat, dia digantikan oleh Jayanegara sebagai raja penerusnya.
Merupakan raja kedua Kerajaan Majapahit, Jayanegara berkuasa antara 1309 hingga 1328 M.
Setelah naik takhta, Jayanegara mendapat gelar Sri Sundarapandyadewadhiswara Wikramottungadewa.
Kisah hidup Jayanegara ditulis dalam beberapa catatan, termasuk dalam Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama.
Dalam Kitab Pararaton, Raja Jayanegara memiliki julukan Kala Gemet.
Julukan itu diberikan kepada Raja, karena dia memiliki kepribadian yang kurang baik dan dianggap lemah sebagai penguasa.
Pada masa pemerintahan Raja Jayanegara, Kerajaan Majapahit sering mengalami pemberontakan.
Namun, di masa pemerintahannya ini pulalah awal kebangkitan Gajah Mada sebagai tokoh penting Majapahit yang berhasil menumpas serangkaian pemberontakan yang mengancam kerajaan.
Lahir pada 1294, Jayanegara merupakan putra dari Raden Wijaya, yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit.
Dalam Kitab Negarakertagama, Raden Wijaya menikahi empat putri Kertanegara, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Singasari.
Empat istrinya itu adalah Tribhuwaneswari sebagai permaisuri, Narendraduhita, Jayendradewi, serta Gayatri, sebagai selirnya.
Raden Wijaya juga mempunyai selir bernama Dara Petak atau Indreswari, putri dari Kerajaan Melayu.
Kedatangan Dara Petak ke Jawa Timur adalah tidak lepas dari Ekspedisi Pamalayu yang dilancarkan oleh Raja Kertanegara.
Nah, dari Dara Petak inilah lahir seorang putra yang kemudian diberi nama Jayanegara.
Jayanegara diangkat sebagai raja muda di Daha pada 1295.
Setelah itu dinobatkan bagai putra mahkota, karena permaisuri ataupun selir Raden Wijaya yang lainnya tidak melahirkan putra.
Masa pemerintahan
Pada tahun 1309, Jayanegara naik takhta menggantikan Raden Wijaya yang mangkat.
Pada masa pemerintahannya inilah terjadi berbagai pemberontakan yang merupakan kelanjutan dari pergolakan beberapa sahabat ayahnya.
Seperti Pemberontakan Gajah Biru (1314), Pemberontakan Nambi (1316), Pemberontakan Semi (1318), dan Pemberontakan Kuti (1319).
Seorang pejabat istana yang licik, yang menjadi Mahapatih, justru yang melakukan fitnah sehingga serangkaian pemberotakan tersebut terjadi.
Bahkan nyawa Raja Jayanegara sendiri nyaris tidak selamat ketika Pemberontakan Kuti meletus, karena ibu kota kerajaan berhasil dikuasai.
Untunglah, Gajah Mada yang kala itu masih menjadi bekel (panglima) Bayangkara, segera menyembunyikan raja dan menyusun strategi untuk menumpas pemberontakan.
Pemberontakan berhasil dipadamkan dan Raja Jayanegara dapat kembali ke istana untuk melanjutkan pemerintahannya berkat siasat gajah Mada, yang kemudian dinagkat menjadi patih di Kahuripan.
Raja Jayanegara sendiri berusaha memajukan kerajaan dengan memulihkan hubungan kerajaannya dengan China.
Baca Juga: Inilah Jumlah Populasi di Papua Barat, Rupanya Pendatang di Papua Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Antara tahun 1325-1328, raja mengirim utusan ke China yang kala itu ddikuasai oleh Dinasti Yuan.
Dari Kitab Pararaton, diketahui Raja Jayanegara memiliki julukan Kala Gemet, yang berarti jahat dan lemah.
Julukan itu diberikan karena sang raja memiliki kepribadian yang kurang baik dan dianggap lemah sebagai penguasa, sehingga banyak yang memberontak.
Tindakan buruk yang pernah dilakukan oleh Jayanegara adalah mengurung adik tirinya, Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi, agar tidak dinikahi orang lain.
Raja Jayanegara ingin menikahi kedua adik tirinya itu supaya tidak perlu khawatir akan kehilangan takhtanya.
Niat itu ditentang oleh Gayatri, yang adalah ibu Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Sifat buruk Jayanegara yang lain adalah sang raja kerap merayu istri dari para pejabat istana.
Itulah yang membuat Jayanegara tidak disukai, belum lagi karena ia bukan putra yang lahir dari permaisuri atau keturunan Raja Kertanegara.
Sedangkan ibu Jayanegara hanyalah seorang selir dan berdarah Melayu.
Melihat sikap dan sifat Jayanegara ini, pejabat istana pun semakin yakin bahwa takhta Majapahit jatuh ke tangan orang yang salah.
Raja Jayanegara berhasil elamat dari serangkaian pemberontakan yang melanda kerajaan selama pemerintahannya berkat Gajah Mada.
Meskipun pemerintahannya berangsur membaik setelah Pemberontakan Kuti, namun kekecewaan para pejabat istana terhadap sikapnya tidak dapat dihilangkan.
Para 1328, Raja Jayanegara tewas setelah ditusuk oleh Ra Tanca, anggota Dharmaputra yang juga bertindak sebagai seorang tabib.
Meski demikian beberapa versi cerita tentang alasan mengapa Jayanegara dibunuh.
Beberapa sejarawan menduga aksi Ra Tanca ini dilatarbelakangi karena sikap Jayanegara yang kerap menggoda istrinya.
Sementara versi lain menyatakan bahwa Ra Tanca menyimpan dendam akibat kematian Ra Kuti, kawannya sesama Dharmaputra, dalam pemberontakan 1319.
Dia tidak senang terhadpa perlakuan raja kepada Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Setelah mangkat, Raja Jayanegara dibuatkan candi di dalam pura, di Sila Petak, dan di Bubat, dengan arca Wisnu, serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amoghasiddhi.
Takhta Majapahit kemudian diteruskan oleh Tribhuwana Tunggadewi, setelah Jayanegara mangkat, ini karena dia tidak memiliki keturunan. (*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari