Intisari-Online.com – Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti bebas dari segala rongrongan penjajah.
Nyatanya, terjadi pertempuran Surabaya yang merupakan pertempuran pertama yang terjadi setelah bangsa Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan.
Kedatangan pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (NICA) inilah yang melatarbelakangi pertempuran di Surabaya.
Kedatangan pasukan sekutu ini pada tanggal 25 Oktober 1945 atau dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby, pasukan sekutu langsung masuk ke kota Surabaya dan mendirikan pos-pos pertahanan.
Seperti melansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada mulanya kedatangan pasukan sekutu ini untuk mengamankan tawanan perang, melucuti senjata Jepang, dan menjaga ketertiban di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya Surabaya.
Pada kenyataannya, pasukan sekutu yang kebanyakan terdiri dari pasukan Inggris justru menyimpang dari tugas mereka.
Pada tanggal 27 Oktober 1945, pasukan sekutu menyerbu penjara lalu membebaskan tawanan perwira sekutu yang ditahan oleh Indonesia.
Tidak hanya itu, pasukan sekutu juga menduduki tempat-tempat vital, seperti lapangan terbang, kantor radio Surabaya, gedung internatio, dan pusat kereta api.
Mereka juga menyebarkan pamflet yang isinya mengajak agar masyarakat menyerahkan senjata yang dimiliki.
Tentu saja, masyarakat Surabaya menolak, apalagi harus mengangkat tangan.
Kemarahan rakyat Surabaya yang anti-sekutu, membuat mereka menyerang pos pertahanan pada 28 Oktober 1945.
Dengan menggunakan radio, Bung Tomo mewakili pejuang Indonesia menyerukan aspirasi memberikan perlawatan terhadap sekutu.
Dengan berapi-api, Bung Tomo memberikan semangat kepada masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dengan demikian membuat para pemuda Surabaya bersemangat mengusir sekutu dan mempertahankan kedaulatan.
Karena semangat itulah, akhirnya rakyat Surabaya dapat merebut kembali tempat-tempat vital yang sebelumnya diduduki oleh pasukan sekutu.
Meski sempat ada perundingan antara Pemerintah Indonesia yang diwakili Presiden Soekarno, Moh. Hatta, dan Amir Syarifuddin dengan sekutu, tetapi pertempuran tetap saja terjadi.
Hingga akhirnya pada 31 Oktober 1945, Brigadir Mallaby tewas dan ini menyulut kemarahan pihak sekutu.
Pihak sekutu pun memperingatkan rakyat Surabaya untuk menyerah, bila tidak akan dihancurkan.
Namun, rakyat Surabaya, tentu saja, tidak mau memenuhi tuntutan pihak sekutu tersebut.
Karena rakyat Surabaya tidak mau menyerah,maka pasukan sekutu melakukan penyerangan di kota Surabaya.
Puncaknya terjadi pada 10 November 1945, ketika pejuan Indonesia tidak gentar melawan pasukan sekutu, malahan semakin bersemangat untuk berjuang.
Tidak hanya senjata yang digunakan oleh pejuang Indonesia saat mengadapi pasukan sekutu, bahkan bambu runcing pun dipakai.
Pertempuran Surabaya membuat banyak pejuang Indonesia yang gugur, bahkan mencapai 20.000 orang, sedangkan dari pihak sekutu mencapai 1.500 orang. (*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari