Intisari-Online.com -Serial HBO Game of Thrones merupakan cerita yang cukup heboh karena menunjukkan bagaimana serakahnya orang-orang memperbutkan kekuasaan.
Namun siapa sangka keserakahan itu kini tercermin di panggung politik salah satu negara tetangga Indonesia ini.
Ialah Filipina, di mana kerajaan keluarga bersaing untuk supremasi dan keunggulan.
Kemudian ada klan yang paling unggul yaitu klan Duterte yang sudah bergulat sekian rupa untuk menjaga tahta mereka sampai pemilu tahun depan.
Hal ini disebut-sebut mengguncang ekonomi negara tersebut dan negara-negara sekitarnya, seperti dikutip dari Asia Times.
Dinasti Duterte
Sedikit informasi, Filipina kini dipimpin oleh presiden Rodrigo Duterte, negara itu merupakan negara demokrasi yang dulunya jujur dan menerapkan demokrasi yang baik.
Duterte begitu mempesona di tahun 2016 ketika ia menjadi presiden terpilih dan tidak berasal dari dinasti, ia memenangkan kekuatan memimpin 22 tahun di selatan kota Davao, dibandingkan ayahnya, ibunya atau kakeknya.
Namun ternyata kini Duterte sudah terlibat dalam dominasinya sendiri.
Setelah ia terpilih dalam masa jabatan 6 tahun, satu-satunya kesempatan ia bisa bertugas sebagai presiden, anaknya, Sara Duterte, mengamankan pekerjaan ayahnya sebelumnya.
Kini sudah ada pembicaraan bahwa Duterte Jr. akan mencalonkan diri menjadi presiden Mei 2022, sementara ayahnya mendaftar sebagai wakil presiden.
Di Filipina, kedua posisi itu dipilih secara terpisah.
Secara umum, banyak yang berpikir ini langkah yang tidak hanya digunakan untuk memperpanjang masa kekuasaan Presiden Duterte, tapi juga membantunya menghindari bertanggungjawab atas pembunuhan di luar proses hukum yang selama ini membuat Filipina menjadi sasaran kelompok-kelompok HAM.
"Ini menunjukkan ejekan jelas terhadap konstitusi kami dan proses demokrasi di sini," oposisi koalisis 1Sambayan memperingatkan.
"Jelas saja, ini diatur oleh ketakutan akuntabilitas baik dari Pengadilan Kriminal Internasional dan dari sistem pengadilan kami."
Namun Duterte sudah terkenal tidak senang menghormati arahan politik, dan sementara anaknya, Sara, bersikeras administrasi Duterte-Duterte bukan sebuah plot yang direncanakan, hanya sedikit yang percaya kepadanya.
Mengubah Filipina menjadi bisnis keluarga adalah hal terakhir yang diperlukan negara-negara Asia Tenggara.
Senin kemarin, kelompok HAM independen Investigate PH, mendesak PBB untuk menahan pemerintahan Duterte yang bertanggungjawab pada kematian ribuan warga Filipina yang diklaim terlibat dalam perdagangan obat terlarang.
Namun risiko terbesar era Duterte-Duterte dari 2022 sampai 2028 atau lebih lama lagi adalah terhadap ekonomi Filipina.
Sebagai Wakil Presiden, Rodrigo Duterte akan berpengaruh besar, artinya malah akan terjadi kemunduran ekonomi yang mungkin tidak akan mampu ditanggung negara yang dilanda kemiskinan itu.
Dinasti melawan reformasi
"Dengan sedikit menyalahkan pandemi untuk ekonomi yang buruk di akhir nanti jelas saja terlalu sederhana," ujar ekonom Ronald Mendoza di Ateneo School of Government.
Covid-19, catatnya, "menunjukkan kesenjangan besar dalam reformasi administrasi."
Duterte dipilih untuk memegang tampuk reformasi yang dimulai oleh pendahulunya Benigno Aquino.
Dari 2010-2016, Aquino bekerja untuk menutup sistem kleptokratik yang telah dibangun oleh dinasti Ferdinand Marcos antara 1960-an sampai 1980-an.
Selama tahun 2000-an, klan Macapagal kembali, dengan anak dari Presiden tahun 1960-an Diosdadi Pangan Macapagal, Gloria Arroyo, memenangkan kekuasaan, sampai ia ditangkap.
Keluar dari gerbang itu tahun 2010, Aquino menyerang korupsi, meningkatkan tanggungjawab dan transparansi, menghukum kecurangan pajak guna menguatkan keseimbangan neraca nasional dan menantang campur tangan kuat Gereja Katholik dalam kontrol populasi Filipina.
Aquino memenangkan tingkat investasi pertama Manila.
Tahun 2016, Filipina memproduksi tingkat pertumbuhan seperti China, dan yang awalnya 'Pria Sakit di Asia' menjadi negara investasi yang menjanjikan.
Aquino sendiri juga merupakan keturunan dinasti, setelah ayahnya yang berada di panggung politik terbunuh tahun 1983 mencoba menggulingkan Marcos, ibunya, Corazon Aquino, terpilih menjadi presiden tahun 1986.
Namun Benigno Aquino menyambut era baru dan menunjukkan bahwa tidak semua politik dinasti itu buruk.
Sayangnya hal ini memburuk setelah Duterte berkuasa, Duterte malah justru melupakan reformasi ekonomi dan malah membuat perang pilihan dalam perdagangan obat terlarang.
Banyak negara-negara Asia Tenggara menghadapi tantangan serupa tapi pemerintahan Duterte membuat perang narkoba menjadi sesuatu hal yang tidak terhindarkan.
Duterte juga menggagalkan pergerakan good-governance yang telah dibangun Aquino, di mana pendekatan check and balance serta berkelanjutan Aquino memperlambat proyek infrastruktur besar, Duterte malah memprioritaskan ketergesaan daripada transparansi.
Namun walaupun rapor Duterte begitu buruk, Duterte tetap berambisi mempertahankan kekuasaan di dinastinya.
"Duterte memulai masa presidensialnya dengan banyak drama, dan kini tampaknya ia akan meninggalkan kita dengan cara yang sama, mencoba membuat kita bingung," ujar oposisi Senator Risa Hontiveros.
Dan jika anak perempuan Duterte benar-benar memutuskan tidak akan mencalonkan diri jadi presiden, Ferdinand Marcos Jr. siap menunggu untuk maju lagi.
Mantan senator dan anak dari mendiang diktator itu tahun 2016 lalu berharap bertugas sebagai wakil presiden Rodrigo Duterte.
Walaupun Marcos kalah dalam pemilihan itu, Duterte telah menghabiskan 5 tahun terakhir bekerja memperbaiki nama Marcos, ia juga mengarahkan Ferdinand Marcos Jr. ke pekerjaan No. 2 bahkan setelah pemilihan.
Di awal masa jabatannya, dia memberi Marcos Sr. pemakaman pahlawan anumerta.
Dukungan Duterte untuk dinasti keluarga yang mendorong Filipina ke dalam kemiskinan dan disfungsi telah lama membingungkan para pakar politik.
Namun, hasil akhirnya adalah bahwa sistem yang coba diberantas Aquino mendapatkan penangguhan hukuman pada saat yang paling buruk.