Strategi ini juga dibuat untuk membangun kapasitas di negara-negara berkembang, dalam membuat vaksin generasi baru seperti suntikan mRNA berbasis asam nukleat Moderna dan Pfizer, yang bisa dengan cepat beradaptasi untuk menangani virus varian baru.
Menurut juru bicara WHO, Indonesia menjadi salah satu dari 25 negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang menyatakan minatnya untuk menjadi pusat vaksin global.
Sementara menurut Menkes, Indonesia berada di posisi yang tepat untuk mengekspor vaksin ke seluruh dunia.
Apalagi, Indonesia menjamin bahwa produksi vaksinnya halal atau diperbolehkan menurut hukum Islam, karena negara ini berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Namun, Indonesia masih memiliki upaya vaksinasi besar-besaran di masa depan, karena hanya 25 persen dari populasi targetnya (208 juta orang) yang diinokulasi penuh terhadap Covid-19, belum lagi kemungkinan harus memberikan vaksin booster ketiga.
Menurut Menkes, perusahaan farmasi Indonesia sedang berdiskusi dengan produsen dan pengembang vaksin Anhui, Walvax, Sinovac, Genexine, Arcturus Therapeutics, dan Novavax.
Peluang yang sama juga ditujukan kepada AstraZeneca, termasuk rekanan yang sudah ada, yaitu Pfizer.
Menurut Bambang Heriyanto, sekretaris perusahaan Bio Farma, perusahaan obat milik negara terbesar di Indonesia, perlu dua atau tiga tahun untuk membangun fasilitas produksi yang beroperasi penuh. (ktw)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR