Rute wisata, rute menantang, dan rute penuh doa-doa
Rute pertama yang harus saya jalani adalah Jakarta - Pamanukan, Subang dimana saya masih menyesuaikan diri dengan panasnya udara di wilayah pantai utara Pulau Jawa, dengan kehadiran truk-truk besar yang hanya berjarak beberapa meter dari sepeda. Hingga akhirnya tiba di etape Pamanukan, Subang - Cirebon, ketika saya sudah mulai terbiasa dengan itu semua.
Perjalanan semakin seru, ketika sambutan hangat datang dari komunitas Federal Jatibarang dan Cirebon, serta teriakan semangat yang diberikan para pengendara terhadap perjalanan saya. "Semangat mas, pasti bisa!"
Di hari berikutnya, saya harus menjajal rute Tegal - Pekalongan - Batang - Kendal yang berjarak 135 km.
Etape ini benar-benar menguras tenaga, sehingga saya harus memutuskan untuk membatalkan tujuan akhir yaitu Kota Semarang. Menanjak di wilayah Batang bersama truk-truk besar, benar-benar membuat stamina "melorot" drastis di tengah sorotan mataharinya yang benar-benar menyengat. Ditambah jalanan yang berdebu, karena jalur Pantura belum diguyur hujan sejauh ini.
Belum lagi asap knalpot hitam tebal dari truk-truk besar itu, ketika mereka berusaha untuk menanjak dengan beban muatan berat yang dibawanya.
Kelelahan yang luar biasa di wilayah Batang, bahkan sempat membuat kelingking jari kaki kiri kram dan melipat kebawah beberapa saat. Ha ha ha, seru!
Saat memasuki Kota Kendal, setelah "berjuang" di wilayah Batang, adzan Isya terdengar. Saya pun buru-buru mencari penginapan, langsung masuk kamar, sholat dan tidur.
Esok harinya, saya hanya menargetkan Kota Semarang yang hanya berjarak 35 km saja dari Kota Kendal, agar bisa melanjutkan beristirahat di kota itu sambil sedikit berwisata kuliner.
Memasuki hari keenam, rute yang harus saya lalui adalah Semarang - Demak - Kudus - Pati - Rembang yang berjarak 120 km.
Di rute ini saya benar-benar menikmati perjalanan di pagi hari, yang masih jarang beroperasinya truk-truk besar.
Mampir ke Mesjid Demak lalu membuat video, berfoto di Menara Mesjid Kudus, dan membuat vlog di tambak garam Kaliori yang berlokasi beberapa kilometer menjelang Kota Rembang.
Di rute ini saya benar-benar "relax" apalagi berjumpa dengan banyak orang.
Hingga akhirnya bertemu seorang teman Mapala UI di Kota Kudus, yang selanjutnya mengawal perjalanan saya hingga tiba di Kota Rembang dan bermalam.
Hari pun berganti, saya harus menjalani rute yang menurut saya asyik, yaitu
Rembang - Lasem - Tuban yang berjarak 100 km, dan kota tua Lasem adalah fokus utama perjalanan saya hari ini!
Sebagai orang yang menyukai dunia Arkeologi, saya benar-benar memperhatikan detil bangunan-bangunan tua yang masih tersisa di Lasem, "Sebuah kota besar pada masa lalu yang benar-benar telah ditinggalkan!"
Saya benar-benar ingin berlama-lama wilayah Lasem, sehingga sempat terpikir untuk menunda perjalanan ke Kota Tuban.
Ha ha ha!
Di wilayah Lasem kita akan melihat bangunan-bangunan tua, berarsitektur China, yang banyak bagian temboknya sudah mengelupas, dengan bata-batanya yang termakan usia.
Inilah sisa-sisa masa lalu Lasem yang luar biasa, yang mengisahkan tentang kemunduran sebuah kota besar di masa lalu, yang kini hanya menjadi sebuah kecamatan kecil di pantai utara Pulau Jawa.
Lasem memiliki cerita panjang tentang sebuah kota besar, bahkan bisa disebut sangat tua, jauh lebih tua dibandingkan ketika jung yang dinakhodai Bi Nang Un mendarat di Pantai Regol, Kadipaten Lasem, tahun 1413 M, yang ditulis dalam Serat Badra Santi, oleh Mpu Santi Badra tahun 1479 dan diterjemahkan dalam bahasa Jawa oleh Kamzah R Panji.
Disebutkan disitu, bahwa pada tahun 1273 Saka atau 1351 Masehi, Lasem telah menjadi tanah perdikan Majapahit.
Di Lasem juga, kita akan melihat dengan jelas sebuah kehidupan yang penuh toleransi melalui peninggalan bangunan-bangunan tuanya, berikut sisa-sisa kejayaan kota ini.
Setelah menikmati Kota Lasem sepintas, kurang lebih satu jam lamanya dan tentu saja masih terasa kurang, saya kemudian menuju makam Puteri Cempo. Tak lama disitu, sepeda pun saya pacu menuju Kota Tuban.
Jelang berakhirnya perjalanan di wilayah Rembang, Jawa Tengah dan akan memasuki wilayah Tuban, Jawa Timur, saya disambut Febri, seorang goweser Rembang yang mengajak saya mampir ke rumah Bang Mandor Mustapa, seorang rekannya.
Di rumah Bang Mandor Mustapa yang memiliki usaha Rumah Makan Kuning yang merupakan khas Pantura, saya disajikan makan siang yang enak yaitu kuah ikan kuning yang membuat nafsu makan membuncah! Lezat!
Kedua rekan yang baru saya kenal ini memang luar biasa hangat, kami seperti sudah mengenal lama, berbincang dan bercanda sambil makan siang, hingga waktunya saya berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Tuban dan bermalam.
Keesokan paginya, ketika saya akan melanjutkan perjalanan dengan rute Tuban - Sidayu - Gresik - Surabaya, seorang ibu tua penjual sayur keliling di Kota Tuban sempat mengikuti beberapa saat dengan motor bebek tuanya.
Awalnya saya benar-benar tidak tahu apa yang dilakukannya dengan terus membuntuti sepeda saya, sampai akhirnya ibu tua itu berteriak, "Nak... Ibu sudah doakan ya tadi. Semoga sampai tujuan dengan selamat!"
Saya pun buru-buru menoleh untuk mengucapkan terimakasih kepadanya, namun sang ibu tua itu begitu cepat berlalu.
Pada kejadian lain, masih di rute yang sama, seorang penambal ban di daerah Sidayu atau beberapa kilometer sebelum Kota Gresik, menolak uang yang saya berikan atas jasanya menambah angin di di sepeda saya.
"Cuma bisa bantu kasih angin ya. Semoga selamat sampai tujuan,"ujarnya ramah. Kepadanya, saya cuma bisa mengucapkan terimakasih, semoga segala kebaikannya mendapat balasNya. Aamiin.
Sepeda pun saya kayuh lebih cepat dan jelang memasuki Kota Gresik dan Kota Surabaya, saya merasakan udara Pantura yang semakin panas dan tenggorokan yang terbakar.
Dan benar saja, setibanya di penginapan di Kota Surabaya, saya mengalami demam, hingga harus meminta tolong teman dari komunitas @031_brompton yaitu @reza_zulfadin untuk mengirim obat ke penginapan, karena sudah tak kuat lagi berjalan akibat suhu badan yang terus meningkat. Dan ternyata yang datang bukan hanya obat, tapi juga makan malam yang enak dan lezat.
Setelah menyantap makanan yang dikirimkan dan minum obat yang diberikan, pagi harinya saya sudah merasakan tubuh yang mulai pulih, walau masih agak lemas.
Setelah mandi, saya pun memaksakan diri untuk gowes ke @rodalinkid.rungkut Surabaya guna service sepeda.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan sepeda Polygon Heist X7 yang saya gunakan, namun saya tetap meminta teknisi Rodalink Surabaya yang ramah dan profesional untuk mengechecknya.
Inilah salah satu kiat saya dalam melakukan perjalanan seorang diri, yaitu memastikan sepeda selalu dalam kondisi prima agar bisa terus "melibas" rute-rute yang dilalaui.
Setelah pengechekan sepeda tuntas, saya pun kembali ke penginapan untuk beristirahat total! Tidur seharian, tapi tak lupa sholat ya.
Keesokan paginya, ketika saya sudah benar-benar pulih 100% ternyata teman-teman @031_brompton sudah menunggu di lobbi hotel untuk mengawal perjalanan saya ke Sidoarjo, untuk bertemu dengan teman-teman lainnya disana, lalu saya pun melanjutkan perjalanan ke Probolinggo.
Dua hari yang tak terlupakan di Kota Surabaya bersama teman-teman @031_Brompton dan perjalanan menuju kota Probolinggo pun berjalan mulus.
Memasuki hari kesebelas atau tepatnya rute Probolinggo - Situbondo, jalan yang saya lalui meliuk dan menanjak di area PLTU Paiton. Disini saya benar-benar mengagumi proyek vital ini, yang telah membuat pulau Jawa dan Bali terang benderang.
Selanjutnya mata kita akan disajikan pemandangan pantai yang indah hingga saya tiba di monumen Anyer - Panarukan 1.000 km dan "mengabadikan" sepeda saya disini.
Ha ha ha.... Cuma sepeda ya, karena tak ada orang lain di monumen ini yang bisa saya mintai tolong, sementara saya tak bawa tripod. Ha ha ha!
Setelah beristirahat sebentar di Monumen Anyer - Panarukan 1.000 km, saya pun bergegas menuju Kota Situbondo, sampai akhirnya seorang pemotor menghampiri saya, dan meminta saya beristirahat persis di depan Polres Situbondo. Dan ternyata dia adalah Kasat Narkoba Polres Situbondo AKP Sugiarto, yang merupakan goweser Situbondo.
Di rumah makan yang letaknya persis di depan Polres Situbondo, saya ditraktir makan dan diantarkan ke penginapan yang lokasinya tak jauh dari Polres Situbondo.
Terimakasih banyak kepada Bapak AKP Sugiarto, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan. Aamiin.
Setelah bermalam di Situbondo, perjalanan saya berlanjut menuju Ketapang, Banyuwangi, dengan melintasi tanjakan di jalan sekitar Taman Nasional Baluran dan lokasi pelatihan marinir, dalam kondisi cuaca yang benar-benar cerah.
Menjelang Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, saya terus memacu sepeda hingga akhirnya tiba di pelabuhan ini pada pukul 16.00 Wib, tak ingin buru-buru menyeberang ke Pulau Bali melainkan ingin menikmati dulu bermalam di Ketapang, Banyuwangi.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR