Intisari-Online.com - Taliban telah menguasai ibu kota Afghanistan sejak Minggu (15/8/2021).
Pada saat itu pula, Juru bicara Taliban urusan politik Mohammad Naeem mengatakan kepada Al Jazeera Mubasher TV bahwa perang telah usai.
Pernyataan tersebut disampaikan Naeem beberapa saat setelah Taliban memasuki ibu kota Afghanistan, Kabul.
Begitu Taliban memasuki Kabul pada Minggu, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pun dilaporkan meninggalkan Afghanistan.
Jatuhnya Kabul ke tangan Taliban disebut tak terlepas dari hengkangnya pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Sejak AS menarik pasukannya pada Mei 2021, banyak distrik di Afghanistan telah jatuh di tangan Taliban.
Dua puluh tahun lamanya AS berperang di Afghanistan, akhirnya tahun 2021 menjadi akhir perang panjang tersebut.
Meski dengan hengkangnya pasukan AS saat ini Afghanistan mengalami kekacauan, tetapi bukan berarti negara ini aman selama 20 tahun terakhir.
Awal Mula Perang AS di Afghanistan
Melihat awal mula Perang di Afghanistan, kita perlu kembali mengingat tahun 2001.
Ketika itu, AS menanggapi tragedi 9/11 di New York dan Washington, di mana hampir 3.000 orang tewas.
Para petinggi "Negeri Paman Sam" mengidentifikasi Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, sebagai dalang serangan tersebut.
Bin Laden saat itu berada di Afghanistan dalam perlindungan Taliban yang berkuasa sejak 1996.
Taliban menolak menyerahkannya, lalu invasi Amerika ke Afghanistan 2003 terjadi yang dengan cepat menyingkirkan kelompok milisi tersebut.
Invasi Amerika dan sekutunya pada tahun 2003 ke Afghanistan juga mengusung janji mendukung demokrasi dan menghilangkan ancaman teroris.
Akan tetapi, ternyata itu bukan kekalahan Taliban. Mereka hanya mundur perlahan untuk menyusun ulang kekuatan.
Tentara Amerika di Afghanistan dibantu NATO, dan Pemerintah Afghanistan yang baru mengambil alih pada 2004, tetapi serangan mematikan Taliban terus berlanjut.
Kemudian pada 2014, akhir tahun paling berdarah sejak 2001, pasukan internasional NATO mengakhiri misi tempur mereka, menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada tentara Afghanistan.
Penarikan itu memberi momentum kepada Taliban, dan mereka merebut banyak wilayah.
Pembicaraan damai antara AS dengan Taliban lalu dimulai secara tentatif, tetapi Pemerintah Afghanistan hampir tidak terlibat.
Hasil pembicaraan pada Februari 2020 di Qatar itu adalah penarikan pasukan asing.
Baca Juga: Sampai Bakar Uang untuk Hangatkan Putrinya, Inilah 20 Fakta Gila Pablo Escobar 'Si Raja Kokain'
Nyatanya, kesepakatan tidak menghentikan serangan Taliban.
Meski perang Taliban vs Amerika mereda, fokus milisi beralih ke pasukan keamanan Afghanistan dan warga sipil.
Taliban membunuh mereka dan area pendudukannya tumbuh lagi.
Selama 20 tahun perang AS di Afghanistan, banyak warga sipil bahkan anak-anak menjadi korban.
Sekitar 33.000 Anak Menjadi Korban
Melansir Xihua Net (4/9/2021), hampir 33.000 anak tewas dan cacat di Afghanistan di tengah perang 20 tahun.
Rata-rata satu anak setiap lima jam, kata sebuah media Iran.
“Angka-angka itu merupakan wawasan yang menghancurkan tentang biaya mematikan perang terhadap anak-anak,” PressTV melaporkan Rabu, mengutip data dari Save the Children, sebuah organisasi kemanusiaan internasional yang bermarkas di London yang dikatakan telah bekerja di Afghanistan sejak 1976 untuk memberikan layanan penyelamatan jiwa kepada anak-anak dan keluarga mereka.
"Jumlah sebenarnya korban anak langsung dari konflik kemungkinan akan jauh lebih tinggi dari perkiraan 32.945,
"Dan jumlah ini tidak termasuk anak-anak yang meninggal karena kelaparan, kemiskinan dan penyakit pada waktu itu," tambah organisasi itu, menurut laporan tersebut.
"Yang tersisa setelah 20 tahun adalah generasi anak-anak yang seluruh hidupnya telah dirusak oleh kesengsaraan dan dampak perang.
"Besarnya penderitaan manusia selama dua dekade terakhir di luar pemahaman," kata Hassan Noor, direktur regional Asia untuk Save the Anak-anak.
(*)