Intisari-Online.com - Baru dua pekan Taliban berkuasa di Afghanistan, tapi sekarang masalah ini terjadi di negara tersebut.
Taliban menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Minggu (15/8/2021) lalu.
Saat itu, masuknya Taliban ke Kabul disusul peristiwa perginya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dari Afghanistan.
Kekacauan terus terjadi di Afghanistan dengan banyak warganya berusaha keluar dari negara itu melalui Bandara Kabul.
Jatuhnya Kabul ke tangan Taliban sendiri tak terlepas dari hengkangnya pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Awalnya, AS bakal menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan dengan tempo 11 September 2021. “Negeri Paman Sam” mengatakan pasukannya bakal ditarik secara bertahap mulai Mei.
Sejak saat itu, distrik-distrik di Afghanistan telah jatuh ke tangan Taliban.
Sementara itu, ketika penarikan pasukan asing maju dari jadwal, dan mayoritas telah meninggalkan negara itu, Taliban secara cepat menduduki sejumlah wilayah di Afghanistan.
Kini, di bawah kepemimpinan Taliban, kondisi perekonomian Afghanistan kian memburuk.
Sistem perbankan di negara tersebut tengah berada di ambang kehancuran.
Pasalnya, setelah hampir dua pekan Taliban mengambil alih kursi pemerintahan, bank-bank di Afghanistan masih tutup.
Hal itu pun mengakibatkan banyak orang kehabisan uang tunai.
"Tidak ada orang yang punya uang," kata seorang pegawai bank sentral Afghanistan, yang identitasnya disembunyikan, dilansir dari CNN, Senin (30/8/2021).
Pegawai itu juga menyatakan, banyak keluarga yang tidak memiliki uang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ini juga ditambah dengan banyaknya pekerja tidak lagi menerima gaji atau upah.
Sangat bergantungnya perekonomian Afghanistan terhadap nilai mata uang asing dan bantuan internasional menjadi sumber kekacauan sistem keuangan negara ini.
Pasalnya, setelah Kabul jatuh ke Taliban, bantuan internasional telah dihentikan sementara, di mana berdasarkan data Bank Dunia, sumber keuangan tersebut memiliki porsi sebesar 75 persen dari total pengeluaran publik Afghanistan.
Sebelumnya, Dikutip NBC News, Asosiasi Bank Afghanistan mengumumkan lewat Facebook bahwa Taliban telah menunjuk Haji Mohammad Idris sebagai pejabat gubernur bank sentral yang baru pada Senin (23/8/2021).
Sementara itu, mengutip Bloomberg, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, melalui Twitter, mengatakan Mohammad Idris akan "mengatasai masalah perbankan dan masalah rakyat."
Kemudian pada Minggu (29/8/2021), Taliban telah memberlakukan batasan pada penarikan bank di Afghanistan.
Dalam arahan resmi, bank sentral Afghanistan, De Afghanistan Bank, telah memerintahkan semua bank swasta dan internasional untuk membatasi penarikan kepada pelanggan individu mereka hingga $200 yang setara dengan AFS2.000 per minggu, kata laporan Khaama News.
Arahan tersebut berbunyi bahwa keputusan itu dibuat setelah kesulitan keuangan muncul di Afghanistan dan akan bersifat sementara.
Keputusan itu diambil beberapa jam setelah ratusan orang turun ke jalan di Kabul dan memprotes penutupan bank.
Taliban tampaknya berupaya memulihkan perekonomian negara itu.
Tetapi seorang sumber yang familiar dengan kondisi perekonomian Afghanistan berpendapat, bahwa setelah perbankan dibuka, kerapuhan sistem perbankan negara itu akan terlihat.
Baca Juga: Sejarah Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun 1948: Pemimpin, Latar Belakang & Akhir Peristiwa
"Setelah perbankan Afghanistan dibuka, kerapuhan dari sistem perbankan akan terlihat," katanya dikutip CNN.
Kamar Dagang Afghanistan-Amerika Serikat menilai, sistem perbankan Afghanistan tengah berada di ambang kehancuran.
Sebab, kondisi bank sentral Afghanistan, yang notabenenya merupakan fondasi dari perekonomian suatu negara, tengah tidak stabil.
"Afghanistan dan sektor perbankannya berada pada 'titik eksistensial', di mana keruntuhan sektor perbankan sudah dekat," tulis Kamar Dagang Afghanistan-Amerika Serikat.
(*)