Intisari-Online.com -Israel sangat percaya diri mengandalkan sistem pertahanan udara yang disebut Iron Dome alias Kubah Besi untuk melindungi wilayahnya dari serangan via udara.
Sistem pertahanan rudal tersebut berfungsi sebagai penangkal rudal yang diluncurkan ke arah Israel.
Militer Israel mengklaim bahwa sejauh ini alat tersebut telah berhasil melumpuhkan roket–roket yang diluncurkan ke wilayah mereka.
Namun pada pertempuran antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza bulan Mei 2021 lalu, Iron Dome berhasil dijebol oleh rudal Hamas.
Melansir The Times of Israel, Selasa (11/5/2021), sayap bersenjata Hamas mengatakan bahwa mereka menggunakan jenis baru rudal "Sijeel" untuk menyerang kota-kota Israel.
Hamas mengklaim bahwa rudal tersebut berhasil melewati sistem pertahanan Iron Dome Israel.
"Untuk pertama kalinya, kami memanfaatkan taktik penembakan rudal Sijeel ke Ashkelon, yang memiliki kekuatan penghancur tinggi dan berhasil mengatasi Iron Dome," kata Brigade Izz al-Din al-Qassam dalam sebuah pernyataan.
Media Ibrani telah melaporkan bahwa kerusakan sementara di Iron Dome dan volume besar roket yang ditembakkan dalam kurun waktu singkat mungkin telah berkontribusi pada kemampuan untuk menghantam kota tersebut.
Tentara Israel belum mengomentari klaim Hamas.
Sementara itu, Channel 12 mengatakan kerusakan pada baterai Iron Dome yang ditempatkan di Ashkelon mungkin merupakan penyebab kegagalannya untuk mencegat roket yang masuk pada hari sebelumnya yang mengakibatkan kematian dua orang Israel di kota tersebut.
Masalah tersebut kemudian diperbaiki dan baterai tersebut sekarang beroperasi penuh.
Hamas mengklaim rudal "Sijeel" barunya yang menimbulkan korban memiliki kemampuan menerobos sistem pertahanan Iron Dome.
Meski Iron Dome telah terbukti dapat ditembus, Amerika Serikat (AS) tetap berniat untuk menggunakan sistem pertahanan tersebut.
MiliterAS melakukan uji coba domestik pertama dari sistem anti-rudal Iron Dome awal tahun ini, kementerian Pertahanan Israel mengumumkan pada hari Senin.
Melansir Middle East Eye, Senin (23/8/2021), kementerian mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa serangkaian tes, di mana tentara AS menembak jatuh target, adalah "upaya penembakan pertama dengan baterai Iron Dome di Amerika Serikat, yang dioperasikan oleh tentara Angkatan Darat AS".
Awalnya dirancang untuk mencegat roket, Iron Dome sejak itu telah ditingkatkan untuk memungkinkannya menembak jatuh mortir, kendaraan udara tak berawak, dan rudal jelajah.
Berdasarkan perjanjian 2019, Israel menjual dua baterai Iron Dome ke Washington, yang pertama dikirim pada akhir 2020 dan yang kedua pada Januari 2021.
Kurang dari sebulan setelah pengiriman baterai kedua, Haaretz melaporkan bahwa Israel telah mengizinkan AS untuk menyebarkan sistem Iron Dome di pangkalan yang tidak diketahui di Teluk Arab.
Tetapi pada bulan Maret, tentara AS mengatakan sedang mempertimbangkan kembali rencana untuk membeli sistem Iron Dome tambahan karena mereka tidak dapat diintegrasikan ke dalam pertahanan udara buatan Amerika.
“Kami membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan dua baterai [pertama] itu daripada yang kami inginkan,” Jenderal AS Mike Murray, komandan Komando Berjangka Angkatan Darat, mengatakan kepada Subkomite Angkatan Udara dan Darat Angkatan Bersenjata.
"Kami percaya kami tidak dapat mengintegrasikan mereka ke dalam sistem pertahanan udara kami berdasarkan beberapa tantangan interoperabilitas, beberapa tantangan [keamanan] dunia maya dan beberapa tantangan lainnya," katanya seperti dikutip di Jerusalem Post.
"Jadi yang akhirnya kami miliki adalah dua baterai yang berdiri sendiri yang akan sangat mampu, tetapi tidak dapat diintegrasikan."
Iron Dome dikembangkan oleh perusahaan pertahanan Rafael.
Hal ini terutama dikerahkan di Israel untuk menembak dan mencegat rudal dan roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza menuju pemukiman Israel.
Tetapi juga ditempatkan di perbatasan dengan Lebanon dan Suriah, di Dataran Tinggi Golan yang diduduki di utara.