Advertorial
Intisari-Online.com - Pengakuan mengejutkan baru-baru ini diungkapkan Youtuber Deddy Corbuzier.
Setelah beberapa waktu 'menghilang' tak tampil di depan publik, Youtuber yang juga seorang mentalis ini membeberkan alasannya.
Deddy mengungkapkan, bahwa 'menghilangnya' ia sekitar dua minggu dikarenakan terp
"Langsung aja, saya sakit, saya kena covid," ungkap Deddy Corbuzier melalui akun Youtube pribadinya, Minggu (22/8/2021).
Sang Youtuber menceritakan, bahwa awalnya ia mengurus dan merawat keluarganya yang terpapar Covid-19.
Dengan pola hidup sehatnya selama ini yang juga didukung prokes (protokol kesehatan), Deddy mengaku percaya diri, namun justru akhirnya harus merasakan kecewa karena ia pun tak terhindar dari paparan Covid-19.
Bahkan, ia mengaku sempat kritis dan hampir meninggal karena badai sitokin, meski setelah sekitar 3 hari ia dinyatakan 'negatif' melalui hasil tes antigen.
"Saya antigen dengan tiga macam antigen, saya negatif, tanpa ada gejala tanpa demam tanpa semua," katanya.
Namun, setelah sempat menjalani aktivitasnya seperti biasa, hal tak terduga terjadi.
"Tiba-tiba di minggu kedus setelah saya kena dan udah negatif pada saat itu, demam saya naik, hampir sampai 40, udah ngga bener kalo demam seperti ini," bebernya.
Ternyata kondisi Deddy Corbuzier semakin memburuk, di mana paru-parunya mengalami kerusakan parah hingga 60 persen.
"Dan keadaannya masuk dalam kondisi momen badai sitokin, di masa-masa badai sitokin, saya agak kaget ketika dibilang badai sitokin karena setahu saya badai sitokin membuat orang meninggal, membuat orang mati gitu," ungkapnya.
Dialami Deddy Corbuzier yang disebut membuatnya berada antara hidup dan mati, apa itu badai sitokin pada pasien Covid-19 dan seperti apa gejalanya?
Sitokin merupakan protein kecil yang dilepaskan banyak sel berbeda dalam tubuh, termasuk pada sistem kekebalan yang mengoordinasikan respons tubuh untuk melawan infeksi dan memicu peradangan.
Sementara, badai sitokin adalah kondisi saat pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan kadar protein inflamasi di tubuh mereka terkait dengan infeksi yang parah hingga bisa menyebabkan kematian.
Melansir Kompas.com, Penanggung Jawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH menjelaskan, awal proses badai sitokin terjadi ketika merespons sistem kekebalan tubuh.
Saat virus SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.
Sitokin kemudian bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel itu untuk memicu reaksi peradangan.
"Pada kasus Covid-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2," ujar Mahirsyah, seperti diberitakan Kompas.com, 16 Mei 2020.
Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali.
Akibatnya, paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus. Yang perlu diperhatikan, peradangan pada paru-paru itu bisa terus-menerus terjadi meski infeksi sudah selesai.
Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.
Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien kesulitan bernapas.
Kondisi itulah yang bisa mengancam kelangsungan hidup pasien Covid-19.
Baca Juga: Begadang Sampai Jam 3 Pagi, Seperti Ini Hasil Sidang Kedua PPKI
Adapun badai sitokin dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda.
Terkadang ini hanya gejala ringan seperti flu. Di lain waktu, gejalanya bisa parah dan mengancam jiwa.
Berikut ini beberapa gejala yang mungkin muncul meliputi:
Jantung mungkin tidak memompa sebaik biasanya. Akibatnya, badai sitokin dapat mempengaruhi beberapa sistem organ sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
Baca Juga: Mengusung Tema '1nspirasi 8erbagi Resep Sajian Nusantara',Tabloid SajiRayakan Hari Ulang Tahun ke-18
(*)