Intisari-online.com -Sejak pandemi Covid-19 dimulai, beberapa negara berlomba-lomba untuk membuat vaksin yang bisa dijual ke negara lain.
Salah satunya adalah Rusia.
Mereka membuat vaksin Sputnik V yang begitu kontroversial.
Namun Mei lalu vaksin ini ternyata sudah disetujui penggunaannya di 60 negara di seluruh dunia.
Sedangkan Agensi Obat Eropa (EMA) masih menilai vaksin tersebut.
Namun ternyata ada kejadian mengerikan terjadi di Brasil terkait vaksin ini.
Mengutip pemberitaan dw.com sejak Mei lalu, Sputnik V tidak akan menerima persetujuan untuk beberapa waktu lamanya.
Namun kini vaksin ini sudah bisa dipakai dan aman kembali.
Lantas apa yang menyebabkan Brasil sampai menolak vaksin ini?
Ternyata karena isi vaksin itu bukanlah vaksin.
Klaim oleh agensi obat nasional Brasil, Anvisa, ada indikasi bahwa vektor virus "Adenovirus 5" yang digunakan dalam vaksinasi kedua tidak aktif.
Tidak hanya tidak aktif, ibarat kata yang ada di dalam wadah vaksin tersebut adalah virus itu sendiri.
Virus itu bisa berkembang biak di dalam wadahnya.
Menyuntikkan benda ini ke dalam tubuh tentunya berbahaya karena benda itu bukan vaksin.
Terlebih jika disuntikkan kepada orang dengan sistem imun yang lemah.
Virolog AS Angela Rasmussen mengatakan jika virus flu yang dipakai sebagai pembawa tidak aktif, maka pasien secara tidak langsung disuntuk dengan patogen dan jadi sakit.
Produksi yang ceroboh?
Sputnik V adalah vaksin seperti AstraZeneca dan Johnson & Johnson, yang merupakan vaksin vektor.
Ketika digunakan dengan benar, vaksin vektor sangat membantu dan tidak serumit vaksin RNA.
Keuntungan vaksin vektor adalah bisa disimpan di suhu kulkas.
Vaksinasi vektor melibatkan virus tidak berbahaya seperti virus flu yang tidak aktif untuk memindahkan cetakan genetis bagi protein lonjakan agar masuk ke tubuh.
Protein ini adalah mekanisme yang digunakan SARS-CoV-2 untuk menempelkan diri ke sel tubuh manusia.
Tubuh orang yang divaksin mengenali bahan genetik yang dikenalkan sebagai benda asing kemudian memproduksi antibodi dan sel T spesifik.
Keduanya menjadi yang utama dalam pertahanan imun manusia.
Sudah menjadi prosedur standar dalam produksi vaksin bagi gen E1 dan E3 dalam vektor untuk dihapus.
Hal ini agar virusnya jadi tidak aktif.
Namun diduga Sputnik V tidak melakukan ini, menyebabkan virusnya tumbuh dalam vaksin.
Sudah bukan pertama kali vaksin Rusia dihentikan, Maret 2021 lalu ada penghentian vaksin Sputnik V di Slovakia.
Baca Juga: Varian Delta Menyebar Cepat, China Beri Izin Uji Coba Campur Vaksin Buatannya dengan Vaksin Asal AS
Audit oleh Institut Pengawasan Obat Slovakia temukan bahwa 200.000 dosis vaksin yang dikirim tidak sama dengan vaksin Sputnik V yang dikirim ke negara lain atau yang sebelumnya ditampilkan di jurnal medis The Lancet.
"Vaksin-vaksin ini hanya punya nama yang sama," ujar BPOM Slovakia.
Hal ini menimbulkan ketegangan antara Rusia dan Slovakia, kemudian menteri kesehatan Slovakia harus mengundurkan diri sedangkan Rusia menuntut dikembalikannya vaksin yang sudah dikirim.
Produsen Sputnik V juga menyebut laporan terakhir dari Brasil sebagai "berita palsu".
"Sputnik V tunjukkan keamanan terbaik dari vaksin apapun. Musuh-musuh Sputnik V takut dengan keberhasilan Sputnik V, tidak bisa temukan kelemahan apapun dan kemudian terpaksa membuat berita palsu yang mudah diputar balikkan," ujar produsen Sputnik V di Twitter.