Intisari-Online.com -Uji coba Rusia yang menguji keefektifan vaksinasi ulang dengan suntikan Sputnik V untuk melindungi dari mutasi baru virus corona diklaim membuahkan hasil yang baik.
Penelitian dilakukan oleh Gamaleya Center di Rusia.
Para ahli mengungkapkan penemuan ini pada Sabtu, 27 Februari 2021.
Melansir CNA, bulan lalu, Presiden Vladimir Putih memerintahkan peninjauan pada 15 Maret, dari vaksin yang diproduksi Rusia untuk keefektifannya terhadap varian baru yang menyebar di berbagai belahan dunia.
"Studi baru-baru ini yang dilakukan oleh Gamaleya Center di Rusia menunjukkan bahwa vaksinasi ulang dengan vaksin Sputnik V bekerja sangat baik melawan mutasi virus corona baru, termasuk jenis virus corona Inggris dan Afrika Selatan," kata Wakil Direktur Pusat yang mengembangkan suntikan Sputnik V, Denis Logunov.
Namun, orang Rusia sendiri justru meragukan vaksin Sputnik V.
Jajak pendapat terbaru di Rusia menunjukkan bahwa hampir dua pertiga orang Rusia tidak bersedia menerima vaksin Sputnik V, yang merupakan buatan dalam negeri.
Tidak hanya itu, banyak orang Rusia yang meyakini bahwa virus corona merupakan senjata biologis.
The Levada Center, sebuah lembaga jajak pendapat nonpemerintah dan organisasi penelitian sosiologis Rusia pada hari Senin (1/3) merilis hasil penelitian mereka yang dilakukan bulan lalu.
Jajak pendapat yang dilakukan Levada mencakup 1.601 orang responden yang berasal dari 50 wilayah berbeda di seluruh penjuru Rusia.
Dikutip dari Reuters, jajak pendapat Levada menunjukkan bahwa 62% orang tidak ingin menerima vaksin Sputnik V buatan dalam negeri.
Mayoritas penolak ada di rentang usia antara 18 hingga 24 tahun.
Dilaporkan bahwa mayoritas responden meragukan vaksin Sputnik V karena adanya efek samping seperti demam dan kelelahan yang muncul pasca vaksinasi.
Selain meragukan khasiat Sputnik V, sebanyak 64% responden juga masih percaya bahwa virus corona yang menyebar ke seluruh dunia saat ini merupakan senjata biologis.
Keyakinan mengenai status virus corona sebagai senjata biologis cukup dominan di Rusia, terutama di masyarakat usia 40 hingga 54 tahun.
Survei menunjukkan 71% di antara mereka benar-benar yakin akan teori tersebut.
Sementara hanya 23% yang percaya bahwa virus memang muncul secara alami.
WHO sendiri telah mengirim tim peneliti khusus ke Wuhan untuk menyelidiki asal-usul virus.
Hipotesis utamanya adalah bahwa virus itu berasal dari kelelawar.
Ada juga beberapa kemungkinan skenario bagaimana virus itu menular ke manusia, mungkin pertama dengan menginfeksi spesies hewan lain.
Di tengah keraguan akan vaksin yang merebak di masyarakat, Rusia telah meluncurkan kampanye vaksinasi massal dengan Sputnik V pada bulan Desember.
Pada 10 Februari, Menteri Kesehatan Mikhail Murashko mengatakan bahwa lebih dari 2 juta orang Rusia telah divaksinasi dengan setidaknya dosis pertama Sputnik V.
Rusia sendiri memiliki total populasi sekitar 145 juta orang.
Sebagai informasi, suntikan vaksin Covid-19 Sputnik V menggunakan vektor virus yang dimodifikasi menjadi tidak berbahaya.
Hal itu untuk membawa informasi genetik yang membantu tubuh membangun kekebalan terhadap infeksi di masa mendatang.