Intisari-Online.com -Taliban menyatakan perang telah usai melalui juru bicaranya, Mohammad Naeem, yang disampaikan setelah Taliban memasuki Kabul pada Minggu.
Situasi keamanan di Afghanistan begitu cepat berubah, dilakukan evakuasi warga, juga staf kedutaan oleh negara masing-masing.
Sementara itu, Afghanistan ditinggalkan Presidennya, Ashraf Ghani, membuat masyarakat sekali lagi mengalami ketidakpastian tentang nasib mereka.
Kini Taliban di atas angin, dan dalam situasi tersebut, sosok ini digadang-gadang bakal menjadi Presiden baru Afghanistan.
Dia adalah Mullah Abdul Ghani Baradar atau Mullah Baradar, salah satu dari empat orang yang mendirikan gerakan Taliban di Afghanistan pada 1994.
Ia adalah salah satu komandan terpercaya pendiri Taliban.
Jika Haibatullah Akhundzada adalah pemimpin keseluruhan, Baradar lebih dikenal sebagai kepala politik dan wajah paling populer dari Taliban.
Selain itu, reputasinya sebagai pemimpin militer juga tak main-main.
Baca Juga: Panitia Sembilan dalam Sidang BPUPKI Menghasilkan Bahasan Tentang Apa?
Mullah Baradar dibesarkan di Kandahar, tempat kelahiran gerakan Taliban.
Seperti kebanyakan orang Afghanistan, kehidupan Baradar selamanya diubah oleh invasi Soviet ke negara itu pada akhir 1970-an, mengubahnya menjadi pemberontak.
Dia diyakini telah berjuang berdampingan dengan ulama bermata satu Mullah Omar.
Keduanya kemudian mendirikan gerakan Taliban pada awal 1990-an di tengah kekacauan dan korupsi perang saudara yang meletus setelah penarikan Soviet.
Setelah membantu mendirikan gerakan Taliban pada 1994, Mullah Baradar mengembangkan peran sebagai ahli strategi dan komandan militer.
Sebagai tokoh kunci Taliban, ia diyakini memimpin pemberontakan dan mengelola pendanaannya sehari-hari.
Dia memegang tanggung jawab penting di hampir semua perang besar di Afghanistan, dan tetap menjadi komandan tertinggi formasi Taliban di wilayah barat (Herat) serta Kabul.
Pada saat Taliban digulingkan, dia adalah wakil menteri pertahanan mereka, dan seperti para pemimpin Taliban lainnya, Baradar menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan PBB, yang mencakup pembekuan aset, larangan bepergian, dan embargo senjata.
Selama 20 tahun pengasingan Taliban, ia memiliki reputasi sebagai pemimpin militer yang kuat dan operator politik yang halus.
Para diplomat Barat memandangnya sebagai orang yang paling resisten terhadap kontrol ISI, dan paling setuju dengan kontak politik dengan Kabul.
Dia ditangkap pada 2010, tapi sebelum penangkapannya itu, ia sempat membuat beberapa pernyataan publik.
Salah satu dari pernyataan itu disampaikan pada Juli 2009, di mana dia bereaksi terhadap gelombang pasukan AS di Afghanistan dan mengatakan bahwa Taliban ingin menimbulkan kerugian maksimum pada Amerika.
Baca Juga: Orang Se-Indonesia Hampir Tiap Hari Memakannya, Tapi Kesalahan Masak Mie Ini Masih Sering Terjadi
Dia juga bersumpah untuk melanjutkan "perjuangan" kelompoknya sampai pengusiran musuh dari tanah Afghanistan.
Sejak lama, dia dikenal berkomitmen jika penarikan pasukan asing dari Afghanistan merupakan syarat dasar untuk memulai pembicaraan damai.
Baradar ditangkap dalam serangan gabungan AS-Pakistan di Karachi pada Februari 2010.
Tapi, dia kemudian dibebaskan pada 2018 dan dipindahkan ke Qatar, setelah presiden Trump saat itu mengajukan permintaan tersebut sebagai bagian dari pembicaraan damai.
(*)