Intisari-Online.com-Senin (16/8/2021), Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mundur bersama kabinetnya.
Hal itu terjadi setelah 17 bulan penuh kekacauan politik.
Muhyiddin naik menjadi PM Malaysia pada Maret 2020 tanpa pemilu, menyusul kolapsnya pemerintahan reformis berusia dua tahun yang dipimpin politisi veteran, Mahathir Mohamad.
Namun, pemerintahannya menghadapi gejolak sejak hari pertama.
Baca Juga: Mengintip Ketangguhan VAT-69, Pasukan Khusus Kebanggaan Rakyat Malaysia, Lebih Hebat dari Kopassus?
Mayoritasnya di parlemen diragukan, legitimasinya terus-menerus dipertanyakan, dan posisinya kerap dirongrong ketua oposisi Anwar Ibrahim.
Selain itu, Muhyiddin juga diterpa kritik deras atas kegagalannya mengendalikan wabah virus corona di Malaysia, yang kini mencapai lebih dari 1,1 juta kasus dan 12.000 kematian.
Periode penuh gejolak Muhyiddin berakhir usai sekutu menarik dukungan, dan upaya terakhir mempertahankan jabatan gagal.
Dengan demikian, Muhyiddin menjadi PM Malaysia dengan masa jabatan tersingkat.
Setelah rapat kabinet terakhir, pria berusia 74 tahun itu menuju istana negara untuk mengajukan pengunduran dirinya kepada raja Sultan Abdullah.
Menteri Sains Malaysia, Khairy Jamaluddin, mengonfirmasi di Instagram Story bahwa seluruh kabinet telah mundur.
"Terima kasih atas kesempatannya, sekali lagi, mengabdi pada bangsa," tulisnya.
Mohamad Redzuan Yusof, menteri di kantor PM, mengonfirmasi kepada AFP bahwa Muhyiddin telah mengajukan pengunduran dirinya dan diterima.
Muhyiddin dilaporkan akan berpidato untuk masyarakat pada Senin malam waktu setempat.
Belum jelas siapa yang akan menjadi pengganti Muhyiddin.
Sementara itu menggelar pemilu nyaris tidak mungkin karena pandemi Covid-19 dan penurunan ekonomi.
"Penggantinya adalah dugaan bagi siapa pun," kata Oh Ei Sun, analis di Singapore Institute of International Affairs, dikutip dari AFP.
Raja Malaysia secara konstitusional dapat menunjuk perdana menteri.
Dia juga berhak menilai siapa yang mendapat dukungan cukup dari anggota parlemen.