Intisari-Online.com -Amerika Serikat (AS)dan NATO mulai secara resmi menarik mundur pasukan dari Afghanistan, mengakhiri "perang selamanya".
Di bawah kesepakatan yang ditandatangani pada 2020 antara Taliban dan Donald Trump, pasukan asing telah pergi pada 1 Mei sementara Taliban menahan serangan pasukan internasional.
Inggris mengakui, keputusan AS menarik pasukan dari Afghanistan sehingga Taliban merajalela sangatlah buruk.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Pertahanan Ben Wallace, yang sekaligus mengumumkan mereka bakal mengirim 600 tentara.
Ratusan personel itu dikerahkan untuk membantu warga "Negeri Ratu Elizabeth" meloloskan diri di tengah ancaman Taliban.
Dalam wawancara dengan Sky News, Wallace menerangkan penarikan pasukan AS menimbulkan masalah besar yang dimanfaatkan pemberontak.
Dia memprediksi kondisi jelas akan menjadi momentum bangkitnya Al-Qaeda, kelompok yang mendalangi serangan teroris 11 September 2001.
Wallace mengatakan selama ini, Al-Qaeda dilindungi oleh Taliban, sebelum akhirnya AS datang dan mengakhiri dominasi kelompok itu.
"Saya khawatir label negara gagal akan muncul karena orang-orang seperti ini," kata Wallace dikutip AFP Jumat (13/8/2021).
Dia berujar jika Al-Qaeda sampai kembali, maka kepentingan AS, Inggris, dan negara Barat lainnya bisa terancam.
"Saya merasa adalah kesalahan atas peristiwa itu, sehingga semua komunitas internasional harus menanggung konsekuensinya," kata dia.
Wallace merujuk kepada penandatanganan kesepakatan antara Washington dan pemberontak di Doha, pada tahun lalu.
Kesepakatan yang diteken Presiden Donald Trump tersebut membuat London tak punya pilihan selain menarik juga pasukannya.
Meski begitu, Trump sekarang justru menyalahkan Joe Biden dan berkatapenarikan pasukan AS, yang dijadwalkan Biden pada 31 Agustus, akan “jauh berbeda dan jauh lebih sukses” jika dia masih menjadi presiden.
Senada dengan Wallace, mantan duta besar AS mengatakan Donald Trump menanggung sebagian besar kesalahan.
“Kami memikul tanggung jawab besar untuk ini,” Ryan Crocker, mantan duta besar AS untuk Afghanistan, mengatakan kepada CNN pada hari Kamis (12/8/2021).
Saat ini, Taliban dilaporkan telah menguasai 15 dari 34 ibu kota provinsi Afghanistan.
Setelah terlibat bentrok selama berhari-hari, kelompok pemberontak tersebut berhasil merebut kota terbesar kedua dan ketiga di Afghanistan, Kandahar dan Herat, pada Kamis (12/8/2021).
Laju Taliban tak terhentikan dan pada Jumat (13/8/2021) pagi waktu setempat, kelompok tersebut menduduki tiga ibu kota provinsi lagi.
Taliban mengeklaim telah menguasai Pul-e-Alam, ibu kota provinsi Logar, yang terletak kurang dari 90 kilometer dari ibu kota Afghanistan, Kabul.
Klaim tersebut disampaikan juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid melalui serangkaian twit pada Jumat.
Pekan ini, sebuah laporan intelijen AS yang bocor memperkirakan bahwa Kabul bisa diserang dalam beberapa pekan, dan pemerintahan Afghanistan bisa runtuh dalam 90 hari.
Sejauh ini Taliban mengeklaim telah merebut kota terbesar kedua di Afghanistan, Kandahar, yang dapat disebut sebagai kemenangan besar bagi mereka.
(*)