Dapat Label Negara Terburuk di Dunia Tangani Pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia Langsung Beberkan Fakta Ini, 'Tak Ada Jurus Jitu Tangani Covid-19'

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Pemakaman jenazah covid-19
Pemakaman jenazah covid-19

Intisari-online.com - Indonesia lagi-lagi mendapat sorotan dunia, sebagai negara terburuk di dunia.

Kali ini yang menjadi sorotan Adalah Indonesia dianggap sebagai negara terburuk tangani pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan oleh media Amerika Serikat,Bloomberg, berdasarkan beberapa data yang mereka kumpulkan.

Menurut Bloomberg, skor ketahanan Indonesia terhadap Covid-19 berada di peringkat terbawah di dunia.

Baca Juga: Disebut Bisa Tercipta Hotspot Baru Covid-19, Bali Disorot Media Asing Gara-gara Program Vaksinasinya, 'Virus Tidak Membeda-bedakan'

Dalam laporan itu, oleh Bloomberg Selasa (27/7/21), Indonesia berada di peringkat 53 dari 53 negara di dunia.

Bloomberg menyebut, indikator yang digunakan adalah angka kematian akibat Covid-19 yang cukup tinggi.

Tercatat ada 1.300 orang meninggal setiap harinya.

Kemudian, tingkat vaksinasi di Indonesia yang sangat rendah yaitu 11,9 persen, dari total penduduk Indonesia.

Baca Juga: Pantas Saja Indonesia Jadi Sorotan Dunia, Rupanya Kasus Kematian Akibat Covid-19 di Indonesia Jadi Tertinggi di Dunia, Langsung Dapat Peringkat Paling Bawah dari Media Amerika Ini

Mendengar kabar tersebut, pemerintah Indonesia pun langsung angkat bicara untuk memberikan pernyataannya.

Juru bicara vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tirmizi, mengomentari laporan tersebut.

Menurutnya, tidak ada cara atau jurus ampuh untuk menangani Covid-19 saat ini.

"Kita harus tahu, tak ada jurus jitu untuk menangani Covid-19, semua negara sebenarnya berupaya keluar dari situasi ini," kata Nadia, Sabtu (31/7).

Nadia menyebut negara lain seperti Inggris dan Australia pun, masih berusaha menangani pandemi, tetapi mereka memiliki warga dengan kepatuhan tinggi.

"Kalau kita lihat, bagaimana Inggris sudah menyelesaikan vaksinasi dan tingkat kepatuhan relatif baik, tapi mengalami hal yang sama," katanya.

Baca Juga: Ribuan Orang di Kamp Pengungsi Terlantar saat Isolasi, Dipaksa Cari Makan Sendiri, Diperparah Dampak Kudeta Militer Myanmar yang Sebabkan Hal Ini

"Bahkan Sydney saya dengar kembali lockdown, artinya tak ada satupun jurus jitu untuk menyelesaikan pandemi ini," jelasnya.

Nadia menambahkan, yang terpenting adalah yang diupayakan pemerintah adalah mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19.

Menurutnya, saat ini pemerintah tengah mengupayakan terhadap penecegahan agar kasus melonjak tak terjadi lagi.

"Ya memang harus diwaspadai adalah supaya kita masih bisa mengatasi kondisi kalau terjadi peningkatan kasus," katanya.

"Artinya lebih pada antisipasi dan mitigasi yang sejak awal kita siapkan," pungkasnya.

Menurut Nadia, dalam menanganai lonjakan kasus pemerintah telah belajar dari kasus Januari 2021.

Baca Juga: Konon Lebih Mengerikan dari Covid-19,Penyakit Pernapasan Misterius Ini Mendadak Serang Anak-anak, Gejalanya Sama-sama Batuk dan Pilek, Tapi Ini yang Membuatnya Mematikan

Namun, Nadia tak menampik bahwa pemerintah kurang siap menghadapi peningkatan kasus yang lebih tajam hingga 50.000 per hari.

"Kalau kondisi yang terjadi saat ini, sebenarnya kita sudah belajar dari gelombang pertama di bulan Januari 2021," katanya.

"Tapi kalau peningkatan kasusnya tajam dari segi grafik, saya rasa tak ada satupun negara yang siap dengan kondisi tersebut," katanya.

Namun, Nadia menjelaskan penerapan PPKM sejak lonjakan kasus terjadi, lambat laun akan berpengaruh baik terhadap penanganan Covid-19.

"Kita sebenarnya dengan melakukan PPKM darurat sudah minggu ketiga PPKM level 4 ini sudah memberikan penurunan," katanya.

Artikel Terkait