Isi Perjanjian Salatiga, Kesepakatan yang Akhirnya Membagi Mataram Jadi Tiga Wilayah Kekuasaan

Khaerunisa

Editor

Pura Mangkunegaran. Isi Perjanjian Salatiga kembali membagi kekuasaan wilayah Mataram.
Pura Mangkunegaran. Isi Perjanjian Salatiga kembali membagi kekuasaan wilayah Mataram.

Intisari-Online.com - Isi Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tahun 1757, menandai terbaginya Mataram menjadi tiga wilayah kekuasaan.

Mataram merupakan kerajaan Islam di Jawa yang didirikan pada abad ke-16, lebih tepatnya pada 1586.

Kerajaan yang didirikan Danang Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati ini pernah menjadi negara terkuat di Jawa, yang menyatukan sebagian besar Pulau Jawa, Madura, dan Sukadana (Kalimantan Barat).

Namun, pada akhirnya Mataram terbagi menjadi tiga kekuasaan setelah konflik perebutan tahta yang berlangsung cukup lama.

Baca Juga: Memecah Kerajaan Mataram Jadi Dua, Ini Isi Perjanjian Giyanti, Salah Satunya Membuat VOC Makin Punya Kendali atas Wilayah Mataram

Perjanjian Salatiga memberikan kekuasaan wilayah Mangkunegara kepada Raden Mas Said.

Ini menyusul perjanjian sebelumnya yang juga disepakati Pakubuwono III untuk menghentikan pemberontakan, yaitu Perjanjian Giyanti (1755), yang memberikan wilayah Yogyakarta kepada Pangeran Mangkubumi.

Terbagilah Mataram menjadi tiga wilayah kekuasaan, di antaranya Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegara.

Seperti apa latar belakang dan isi Perjanjian Salatiga?

Baca Juga: Saat Indonesia Kolaps, Negara Miskin yang Paling Dikhawatirkan WHO Ini Malah Bebas Covid-19, Rumah Sakitnya Sampai Berdebu Karena Tak Merawat Satupun Pasien Covid-19

Latar Belakang Perjanjian Salatiga

Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh pemberontakan terus menerus oleh Raden Mas Said yang dimulainya pada 1742.

Raden Mas Said sendiri merupakan putra Pangeran Arya Mangkunegaran dan cucu dari Amangkurat IV.

Dengan ditandatangani Perjanjian Salatiga pada 1757, berakhirlah pemberontakan oleh Raden Mas Said.

Sikap Pakubuwono II yang tunduk terhadap VOC dan sewenang-wenang terhadap bangsawan Mataram menjadi salah satu alasan bergeloranya pemberontakan ini.

Baca Juga: Sosoknya Sempat Menghilang dari Sejarah, Inilah Ratu Nefertiti, Istri Firaun Amenhotep IV yang Memiliki Kecantikan Luar Biasa

Raden Mas Said juga bekeinginan menuntut keadilan untuk keluarganya, di mana sang ayah, terusir dari istana setelah difitnah dan dibuang ke Srilanka oleh Belanda.

Ia membuat pasukan bersama temannya, Raden Mas Sutowijoyo dan pamannya Wirodiwongso.

Setelah pasukan terbentuk pada 1742, bersama Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), ia mencoba melakukan penyerangan ke Keraton Kartosuro hingga membuat tembok benteng keraton jebol.

Aksi pemberontakan Raden Mas Said sampai membuat VOC yang saat itu memiliki pengaruh di Mataram khawatir.

Baca Juga: Pencernaan Lancar dan Bisa Menambah Nafsu Makan, Beginilah Sebagian Isi Manfaat Ketumbar dalam Serat Centhini, Apa Manfaat Lainnya?

Pemberontakan Raden Mas Said sempat diredam oleh Pangeran Mangkubumi, yang memenuhi Sayembara yang diadakan Pakubuwono II.

Namun, pemberontakan Raden Mas Said terus berlanjut, bahkan ia harus menghadapi tiga kekuatan sekaligus setelah Pangeran Mangkubumi mendapatkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram melalui Perjanjian Giyanti dan diangkat menjadi Hamengkubuwono I.

Tiga kekuatan itu di antaranya pasukan Pakubuwono III yang telah menggantikan Pakubuwono II, dan Hamengkubuwono I, ditambah kekuatan VOC.

Sengitnya perlawanan yang dilakukan Raden Mas Said itulah yang membuatnya mendapat julukan 'Pangeran Sambernyawa' oleh oleh Nicolaas Hartingh, perwakilan VOC.

Baca Juga: Tak Perlu Susah-susah Kipasi Bakaran Daging Anda Besok, Begini Cara Mudah Membakar Daging Kurban Bisa Sampai Sangat Empuk Tanpa Waktu Lama

Pertempuran yang dilakukan Raden Mas Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.

Barulah pada tahun 1756, Pasukan Raden Mas Said bersedia kembali masuk Keraton Surakarta menyusul genjatan senjata yang berhasil dicapai melalui berbagai bujukan.

Pada 17 Maret 1757, ditandatangani sebuah perjanjian yang memecah kembali Mataram, dan mengakhiri pemberontakan Raden Mas Said.

Perjanjian antara pihak Pakubuwono III dan Raden Mas Said inilah yang dikenal sebagai Perjanjian Salatiga.

Baca Juga: Mau Sehat Tak Perlu Mahal, Konsumsi Saja Seledri Selama Satu Minggu dan Rasakan Langsung Manfaat Melimpah Ini pada Tubuh

Isi Perjanjian Salatiga

Adapun isi Perjanjian Salatiga yang yaitu sebagai berikut:

  • Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji (Pangeran yang mempunyai status setingkat dengan raja-raja di Jawa).
  • Pangeran Miji tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (Singgasana)
  • Pangeran Miji berhak untuk meyelenggarakan acara penobatan raja dan memakai semua perlengkapan raja.
  • Tidak boleh memiliki Balai Witana.
  • Tidak diperbolehkan memiliki alun-alun dan sepasang ringin kembar.
  • Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman mati.
  • Pemberian tanah lungguh seluas 4000 karya yang tersebar meliputi Kaduwang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan,Sembuyan, Gunung Kidul, Kedu, Pajang sebelah utara dan selatan.
Baca Juga: Jika Terjadi Mungkin Jepang Hanya Tinggal Nama Saja, Video Rahasia Ini Bongkar Rencana MengerikanPartai Komunis China, Siap Hanguskan Jepang dengan Bom Nuklir

Perjanjian ini pun membatasi Mangkunegaran untuk tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Gelar Raden Mas Said adalah Kanjeng Gusti Adipati Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara 1 dan berhak secara mutlak berhak memimpin Mangkunegaran.

Perjanjian Salatiga menandai runtuhnya Kerajaan Mataram yang terbagi menjadi tiga.

Selain itu, perjanjian ini juga berdampak bagi kekuatan VOC, yang semakin memiliki pengaruh besar terhadap kerajaan-kerajaan di Jawa.

Belanda mulai ikut campur tangan dalam urusan kerajaan, seperti pengangkatan raja baru dan sebagainya.

Baca Juga: Harganya Murah Meriah Meski Diklaim Paling Ampuh, Rupanya Ini Alasan Tak Terduga SangPenemuVaksin AstraZeneca, Langsung Dapat'Standing Ovation' di Wimbledon

(*)

Artikel Terkait