Selama Ini Tersembunyi dari Publik, Terbongkar Menhan Prabowo Tengah Gunakan Taktik Adu Domba kepada Negara-negara Raksasa, Iming-iming Menggiurkan Ini Jadi 'Senjatanya'

Tatik Ariyani

Editor

Prabowo dan Militer Indonesia
Prabowo dan Militer Indonesia

Intisari-Online.com -30 Maret 2021 lalu, Indonesia dan Jepang menandatangani perjanjian pertahanan bilateral pertama.

Perjanjian tersebut membuka jalan bagi ekspor senjata Jepang ke Indonesia, termasuk potensi penjualan hingga delapan fregat kelas Mogami.

Perjanjian tersebut berfokus pada keamanan maritim dengan 'keprihatinan serius bersama tentang upaya sepihak yang berlanjut dan diperkuat untuk mengubah status quo' di Laut China Timur dan Selatan.

Indonesia telah menyatakan keprihatinan atas sengketa maritim di Laut China Selatan.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Menggila, Prabowo Subianto Diajak Bertemu Tatap Muka dengan Direktur Jenderal WHO, Indonesia 'Dimarahi'?

Hal itu menunjukkan bahwa perjanjian tersebut merupakan bagian dari reaksi Indonesia terhadap taktik agresif China.

Indonesia secara implisit telah mengakui bahwa 'melawan China' mendukung perjanjian pertahanan lainnya yang dibuat dalam lima tahun terakhir, termasuk dengan India dan Australia.

Strategi kesepakatan senjata antara Indonesia dengan Jepang dan negara laindiungkap dalam artikel berjudul "Indonesia’s opportunistic approach to arms procurement" olehRistian Atriandi Supriyanto, ANU yang tayang di East Asia Forum pada 1 Juli 2021.

Kesepakatan dengan Jepang juga menunjukkan upaya Indonesia untuk membangun pertahanan maritim melawan China.

Baca Juga: Kisah Para Danjen Kopassus Terbaik (4)

Sama seperti perjanjian sebelumnya, kekhawatiran atas China mungkin bukan satu-satunya pendorong.

Perjanjian tersebut merupakan game-changer bagi Jepang karena menandakan penjualan senjata pertama dalam skala ini setelah melonggarkan interpretasi konstitusionalnya mengenai ekspor senjata pada tahun 2014.

Perjanjian tersebut bukanlah kasus pertama penjualan senjata Jepang ke Indonesia.

Pada tahun 1960, Jepang menyerahkan tank kapal pendarat dan tender kapal selam kepada Angkatan Laut Indonesia yang masih aktif beroperasi.

Bagi Indonesia, perjanjian tersebut menandakan pengadaan senjata yang pragmatis dan bahkan oportunistik.

Perjanjian tersebut menggambarkan transfer 'peralatan dan teknologi pertahanan untuk melaksanakan proyek-proyek ... berkontribusi pada perdamaian dan keamanan internasional; penelitian bersama; proyek pengembangan dan produksi; atau untuk meningkatkan kerjasama keamanan dan pertahanan'.

Kesepakatan tersebut serupa dengan apa yang sudah ditawarkan oleh pemasok senjata tradisional Indonesia.

Baca Juga: 'Untunglah Tidak Ada di Amerika', Kala Video Dopper Pasukan Elite TNI yang Ditembaki Peluru Tajam Diunggah Akun Militer Luar, Memang Menyeramkan

Potensi ekspor senjata Jepang tidak mungkin secara signifikan mengubah pendekatan eklektik (pilihan terbaik dari berbagai sumber) Indonesia terhadap akuisisi senjata.

Kesepakatan tersebut lebih baik dilihat dalam konteks rekam jejak Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto baru-baru inidalam mengadu domba pemasok senjata potensial satu sama lain untuk mencari kesepakatan terbaik.

Taktik Prabowo bukanlah hal baru dalam sejarah pengadaan senjata Indonesia, seperti terlihat dalam pengadaan pesawat tempur baru di Indonesia.

Prabowo tampak bimbang antara Rusia, Prancis, Austria, dan Amerika Serikat sebagai pemasok potensial pesawat tempur baru.

Namun ada logika tertentu di balik pendekatan ini.

Prabowo mungkin mengharapkan tawarannya ke Rusia untuk mendapatkan undangan simpatik dari Amerika Serikat dan Prancis untuk menawarkan kesepakatan yang lebih baik.

Sementara itu, kesepakatannya dengan Amerika Serikat dan mitra Barat lainnya mungkin mendorong Rusia untuk mengajukan tawaran kontrak pada sistem senjata lainnya.

Baca Juga: Sampai Picu Perusakan 7 Gereja, Temuan 1.000 Kuburan Anak Dianggap Jadi Bukti Praktik Kejam Terhadap Pribumi Kanada, Disiksa Hanya Gara-gara Gunakan Bahasa Ibu

Prabowo mungkin mengharapkan perjanjian pertahanan dengan Jepang akan mendorong pemasok senjata Indonesia lainnya untuk menawarkan kesepakatan yang lebih kompetitif, termasuk transfer teknologi untuk mendukung industri senjata Indonesia.

Saat ini, Kementerian Pertahanan Indonesia sedang memilih penerus dua frigat kelas Martadinata rancangan Belanda, tambahan paling canggih untuk armada Indonesia.

Prabowo mungkin juga menggunakan perjanjian pertahanan untuk menekan Belanda agar mendapatkan persyaratan yang lebih baik jika mereka ingin melihat pengadaan lebih banyak fregat kelas Martadinata.

*Ristian Atriandi Supriyanto, ANUadalah Sarjana PhD Kepresidenan Indonesia di Pusat Studi Strategis dan Pertahanan di Universitas Nasional Australia.

Artikel Terkait