Intisari-online.com - Peningkatan utang pemerintah Indonesia memang terus meningkat, belakangan ini.
Peningkatan itu terjadi akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi Indonesia lesu.
Untuk memulihkan ekonomi sementara, salah satu cara yang digunakan pemerintah adalah dengan mengambil pinjaman utang.
Namun, banyak pihak yang mengkawatirkan peningkatan utang Indonesia yang terus membengkak.
Menurut Kompas.com, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Indonesia bahkan khawatir dengan kemampuan pemerintah Indonesia.
Ada kekhawatiran, pemerintah Indonesia akan kesulitan membayar utang dan bunyanya.
Tren penambahan utang itu sendiri terjadi akibat dampak Pandemi Covid-19.
Pertumbuhan utang yang meningkat dan biaya bunga ditanggung pemerintah, telah melampaui pertumbuhan PDB nasional.
Ketia BPK Agung Firman Sampurna, mengatakan, pandemi Covid-19 telah meningkatkan defisit utang.
Dengan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) yang berdampak pada pengelolaan fiskal.
"Meski rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah," kata Agung dikutip dari Kompas (22/6).
Agung menuturkan, penurunan kemampuan bayar pemerintah menjadi kekhawatiran.
Pasalnya, indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR).
Sepanjang tahun 2020, Indonesia mencatatkan utang mencapai Rp6.074,52 triliun.
Posisi utang ini meningkat pesat dibandingkan dengan akhir tahun 2019 yang tercatat Rp4.778 triliun.
BPK menyoroti rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,7%.
Angkanya melampaui rekomendasi IMF pada rentang 25-5 persen.
"Begitu juga dengan pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,6 persen, dan rekomendasi IMF 7-10 persen," ujar Agung.
Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369%, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167%, dan rekomendasi IMF 90-150%.
"Tak hanya itu, indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 yang sebesar 4,27 persen juga melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institution (ISSAI) 5411, Debt Indicators di bawah 0 persen," jelas Agung.
Sepanjang 2020, pendapatan negara dan hibah mencapai 1.647,78 triliun atau 96,93 persen dari anggaran.
Sedangkan realisasi belanjanya mencapai Rp2.592, 48 triliun atau 94,75%.
Dengan demikian, fiskal mengalami defisit sebesar Rp947,70 triliun atau sekitar 6,14% dari PDB.
Pada tahun 2023 mendatang, Indonesia berkomitmen mengembalikan defisit sekitar 3 persen dari PDB.