Berang dengan Sebutan Teroris dari Pemerintah, Aktivis Papua Sebut 9 Alasan Pemerintah Menamai KKB Papua Sebagai Teroris yang 'Tidak Mengherankan'

Maymunah Nasution

Editor

Lekagak Telenggen, Komandan TPNPB-OPM/Pimpinan KKB Papua.
Lekagak Telenggen, Komandan TPNPB-OPM/Pimpinan KKB Papua.

Intisari-online.com -United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yakin pemerintah Indonesia punya 9 motif dari menamai KKB Papua sebagai teroris. Eksekutif direktur ULMWP Markus Haluk mengatakannya dalam seminar dan diskusi buku mengenai 'Menuntut Martabat, Warga Papua Dihukum di Jayapura' Jumat 11 Juni 2021.

Ia mengatakan diyakini salah satu alasannya adalah untuk membatasi diplomasi ULMWP di berbagai negara Melanesia, Pasifik dan negara lain di seluruh dunia.

"Kami telah membacanya sejak beberapa bulan yang lalu," ujar Haluk dikutip dari asiapacificreport.nz.

Baca Juga: Konflik Berkepanjangan Indonesia-Papua, Saat 10.000 Orang Papua Mengarak Peti Mati Melalui Jalanan Jayapura pada 2005

Ia mengatakan pemerintah Indonesia lanjut berjuang meningkatkan pengaruhnya di sejumlah forum internasional yang dihadiri oleh delegasi ULMWP.

Di berbagai forum tersebut, delegasi Indonesia berupaya meminimalkan peran delegasi Papua.

"Mereka memulai dengan isu bahwa Papua tidak mampu membayar iuran (untuk Melanesian Spearhead Group). Papua sudah menangani berbagai upaya.

"Kemudian Indonesia menaikkan ulang isu terorisme lagi," ujar Haluk, yang membacakan presentasi berjudul "Membeberkan motivasi pemerintah dengan label teroris untuk Papua".

Baca Juga: Inilah Sonny Wanimbo Sosok Ketua DPRD yang Disebut Ratius Murib Danai KKB Papua, Sebut-sebut Tidak Kuliah di Bali, Apa Hubungannya?

Menurutnya label teroris juga merupakan upaya membungkam dan mengisolasi pergerakan Orang Asli Papua.

Sebagai hasilnya, apapun aktivitas Orang Asli Papua akan menarik perhatian pemerintah karena terkait dengan label teroris.

"Label teroris adalah cara mengisolasi isu Papua dan membungkam ujaran kebebasan Papua," ujar Haluk.

Haluk mengatakan upaya membungkam Orang Asli Papua adalah bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk meloloskan revisi UU Otonomi Khusus (Otsus) No. 21/2001.

Baca Juga: Mulai Dari Rakyat Papua Tidak Diundang Sampai Menkeu dan Menkumham Tidak Hadir, Ini Beberapa Isu Ramai di Rapat Otsus Papua

Hal ini terjadi karena warga Papua terus menolak upaya pemerintah Indonesia untuk memperpanjang UU Otsus, termasuk dengan mengadakan unjuk rasa dan mengumpulkan tanda tangan di Petisi Rakyat Papua (PRP).

"Sudah jelas, ada penangkapan Victor Yeimo, juru bicara Komite Nasional Papua Barat dan PRP. Ada pengusiran mahasiswa dari asrama dan apartemen Universitas Cendrawasih, akses internet telah diputus," ujar Haluk.

Lebih mudah bagi senjata Indonesia

Haluk mencurigai label teroris untuk KKB Papua adalah upaya mempermudah cara pengadaan senjata dan peralatan tempur untuk TNI/Polri.

Baca Juga: Pantas Saja Suplai Uang Untuk Beli Senjata KKB Papua Mengalir Lancar, Polisi Bongkar Asal Transferan Uang Rp600 Juta Diduga Malah dari Pemerintah Daerah Sendiri

Dengan KKB Papua menjadi teroris menurutnya mempermudah peluang anggota TNI/Polri mengikuti berbagai latihan kerjasama penanggulangan teroris dengan negara lain dan meningkatkan peluang memperoleh dana penanganan teroris dari Uni Eropa, AS, Australia dan Selandia Baru.

Haluk mengatakan label teroris juga berarti intimidasi terhadap pejabat eksekutif dan legislatif di Papua.

Tambahan lagi, label teroris juga memfasilitasi upaya pemerintah mengamankan investasi dan kepentingan investor nasional dan internasional.

"Elit politik Indonesia memainkan peran penting dalam kepentingan investasi, contohnya di hak konsesi hutan, menjual minuman beralkohol dan pertambangan," ujarnya.

Baca Juga: Partai Nasdem Sampai Turun Tangan, Pengakuan Terpaksa Ratius Murib Anggota KKB Papua Ternyata Sampai Beberkan Pendana KKB Papua, 'Saya Tidak Tahu'

Pelabelan teroris bahkan bisa dijadikan panggung bagi para politisi untuk berlaga dalam pemilihan umum di Indonesia.

“Bisa jadi panggung politik untuk kepentingan pemilu legislatif dan presiden 2024, juga untuk kepentingan panggung politik lokal Papua, misalnya perebutan pimpinan Partai Demokrat di Papua, atau Pilgub Papua 2023,” kata Haluk.

'Branding' bukan hal baru

Presiden Persekutuan Gereja Baptis Papua Barat, Pendeta Dr Socratez Sofyan Yoman, yang juga anggota Dewan Gereja Papua, mengatakan bahwa label teroris bukanlah hal baru.

Baca Juga: Lepas dari Cengkeraman Pemerintahan Orba Soeharto, Perlawanan Sipil di Papua Barat Meletus hingga Tim 100 'Minta Merdeka' Langsung ke Habibie

“Label itu muncul pada 1960-an. [Ada label] Organisasi Papua Merdeka, separatis, KKB, KKBS, GPK, [kemudian] kita menghadapi label teroris.

"Ini pengulangan dari semua [label] itu,” katanya.

Menurut Yoman, berbagai label itu diciptakan untuk memuluskan atau melegalkan tindakan aparatur negara yang melakukan kekerasan terhadap orang Papua.

“Orang Papua terus disiksa dan dibunuh di negaranya sendiri,” kata Pendeta Yoman.

Baca Juga: Pernah Bocor Video di YouTube Anggota TNI Membakar Kelamin Orang Papua, 100.000 Orang Papua Barat Diyakini Tewas sejak 1963 dalam 'Insiden'

Artikel Terkait