"Louis Vuitton tidak mengatakan apa-apa tentang kejahatan terhadap Palestina tetapi ingin membuat "syal yang terinspirasi keffiyeh". Perhatikan di mana kalian menaruh uang kalian," tulis @ssultanaaaaa.
Segera setelah itu, penulis dan pengacara Khalid Beydoun menunjukkan bagaimana perusahaan kelas atas lainnya, seperti Fendi, juga memonetisasi penindasan.
Syal merek mewah Italia seharga $890 (Rp12,6 juta) juga menghadapi kritik dan tuduhan perampasan budaya setelah merilis syal kasmir keffiyeh.
"Ini lebih merupakan pola daripada insiden yang terisolasi," katanya. "Berhentilah mencoba menyesuaikan, memotong dan mengubah Kaffiyeh."
Stop trying to appropriate, mangle and mutate the Kaffiyeh.
Symbols matter. Especially for oppressed people. @Fendi pic.twitter.com/YRjkKtjMrB
— Khaled Beydoun (@KhaledBeydoun) June 2, 2021
Luxury brands love to be neutral on issues that matter to us, but then replicate our culture for their own gain. @Fendi @LouisVuitton this is cultural appropriation. Clearly you didn’t care to understand the symbolism behind the keffiyeh. You just wanted to profit off of it ❌ pic.twitter.com/IkMx9gk6HN
— Sofia Haq ???????? (@sofia__haq) June 2, 2021
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR