Usai Gempur Jalur Gaza, Kini Terjadi Gejolak Politik di Israel ketika Posisi Benjamin Netanyahu Terancam Kelompok Ini

Khaerunisa

Editor

PM Israel Benjamin Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu

Intisari-Online.com - Pertempuran dengan Hamas yang menguasai Jalur Gaza berakhir dengan genjatan senjata pada 21 Mei lalu.

Serangan Israel ke Jalur Gaza pun berhenti setelah 11 hari memporak-porandakan tempat tinggal warga Palestina tersebut.

Dilaporkan setelah pertempuran dengan Hamas berakhir, Israel meminta tambahan bantuan sebesar $ 1 miliar untuk mengisi kembali sistem pertahanan roketnya.

Mengutip middleeasteye.net (1/6/2021), hal itu diumumkan Senator AS Lindsey Graham pada hari Selasa.

Baca Juga: Budaya Israel yang Menarik dan Unik, Terbuka, Ramah dan Penyayang, Kasar Karena Bahasa Ibrani, Tetapi Orang Israel Bisa Tersinggung Karena Hal Sepele Ini

Graham berjanji untuk memimpin upaya mengamankan bantuan tambahan di Kongres setelah Pentagon secara resmi menerima permintaan tersebut dalam beberapa hari mendatang.

Dilaporkan, senator tersebut bertemu dengan pejabat tinggi Israel minggu ini, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang kantornya memuji anggota parlemen dari Partai Republik itu sebagai "teman dan sekutu yang luar biasa".

Meski serangannya begitu menghancurkan Jalur Gaza, namun Israel sendiri mengalami kerugian, termasuk sebanyak 12 orang tewas akibat serangan roket Hamas yang menembus sistem pertahanan udaranya.

Sibuk berbenah setelah 11 hari pertempuran dengan Hamas, ternyata kini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga harus menghadapi 'perang' lainnya.

Baca Juga: Akankah Timor Leste Jadi Negara Termiskin di Dunia Setelah Merdeka dari Indonesia, Ditambah Lagi Bencana Banjir dan Pandemi Covid-19 Dialami di Negara Ini?

Terjadi drama politik di Israel dengan bersepakatnya tokoh-tokoh oposisi Israel untuk mengambil kepemimpinan yang dipegang Benjamin Netanyahu selama 12 tahun.

Koalisi dari partai-partai oposisi Israel tersebut mencapai kesepakatan pada Rabu (2/6/2021) malam waktu setempat untuk membentuk pemerintahan baru Israel.

Atas bersepakatnya kelompok tersebut, menciptakan kemungkinan berakhirnya rekor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai pemimpin negara tersebut.

Namun, Benjamin Netanyahu tak tinggal diam dan balik mengecam koalisi yang baru bersepakat tersebut.

Baca Juga: Mussolini Sempat Miliki Rencana Bentuk Legiun Asing yang Anggotanya Termasuk Orang Yahudi, Pendaftarnya Ternyata Kebanyakan Berharap Kaya dari Perang

Dilaporkan BBC (4/6/2021), Benjamin Netanyahu telah mengecam koalisi yang baru disepakati untuk menggulingkannya sebagai perdana menteri Israel.

Netanyahu meminta anggota parlemen sayap kanan untuk memblokir koalisi agar tidak menjabat.

Meski delapan pihak mencapai kesepakatan untuk bekerja sama membentuk pemerintahan baru, namun kelompok ini masih membutuhkan dukungan parlemen untuk menjabat.

Sejauh ini belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pemungutan suara semacam itu di Knesset (parlemen).

Baca Juga: Kisah Andrei Sakharov, Fisikawan Pembuat Bom Nuklir yang Berubah Jadi Aktivis HAM Karena Lihat Sendiri Konsekuensi dari Ciptaannya Itu

Tetapi, itu diperkirakan akan terjadi paling lambat minggu depan, dan masih ada kemungkinan koalisi yang baru terbentuk ini bisa dibatalkan oleh pembelotan.

Dalam komentar pertamanya sejak koalisi diumumkan, Netanyahu mendesak anggota Knesset "dipilih dengan suara dari kanan" untuk menentang koalisi.

Dalam sebuah posting di Twitter, dia mengkritik mereka sebagai "sayap kiri" dan "berbahaya".

Dia sebelumnya menyebut pemerintah baru yang diusulkan sebagai "penipuan abad ini", dengan mengatakan itu membahayakan negara dan rakyat Israel.

Baca Juga: Kisah Andrei Sakharov, Fisikawan Pembuat Bom Nuklir yang Berubah Jadi Aktivis HAM Karena Lihat Sendiri Konsekuensi dari Ciptaannya Itu

Sementara pengamat telah mencatat bahwa Netanyahu kemungkinan akan mencoba mencegah kelompok itu mendapatkan dukungan yang dibutuhkannya.

Berita tentang koalisi baru muncul pada Rabu malam, ketika Yair Lapid, pemimpin partai berhaluan tengah Yesh Atid, menelepon Presiden Reuven Rivlin untuk memberi tahu dia bahwa kesepakatan telah dicapai.

Dia berjanji untuk membentuk pemerintahan yang akan "bekerja untuk melayani semua warga Israel, menghormati lawan-lawannya dan melakukan segala daya untuk menyatukan dan menghubungkan semua bagian masyarakat Israel".

Sebuah gambar yang dimuat di media Israel menunjukkan Lapid, Mr Bennett dan Mansour Abbas, pemimpin partai Raam Islamis Arab, menandatangani perjanjian, kesepakatan yang banyak orang anggap mustahil.

Baca Juga: Pantas Saja Indonesia Sulit Gunakan Kekuatan Penuh untuk Berantas KKB Papua, Ternyata Inilah Risiko Jika Indonesia Gempur KKB dengan Militer Penuh

(*)

Artikel Terkait