Advertorial

Inilah Isi Perjanjian Bongaya yang Disepakati Kesultanan Terbesar di Indonesia Timur Abad ke-16 dengan VOC

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Isi perjanjian Bongaya ditandatangani Kesultanan Gowa-Tallo dengan VOC pada 18 November 1667 Masehi di daerah Bongaya, Makassar.

Perjanjian Bongaya bisa dikatakan menjadi awal kehancuran kesultanan terbesar di kawasan Indonesia timur ini.

Berbagai isi Perjanjian Bongaya melemahkan Kesultanan Gowa-Tallo.

Tak heran VOC berupaya melemahkan kesultanan ini, dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, disebutkan bahwa Kesultanan Gowa-Tallo memiliki kekuatan militer yang harus diperhatikan lebih daripada musuh-musuh VOC lain di Maluku Selatan.

Baca Juga: Isi Perjanjian Tordesillas, 'Membelah Dunia' untuk Dikuasai oleh 2 Bangsa Eropa Ini

Bukan hanya itu, Kesultanan Gowa-Tallo juga memiliki kekuatan ekonomi perdagangan yang sangat kuat.

Kesultanan ini memiliki pelabuhan perdagangan internasional yang berada di Somba Opu (pesisir Sulawesi Selatan).

Meski pada akhirnya bersedia menandatangani isi perjanjian Bongaya yang melemahkannya, namun sebelumnya perlawanan sengit terhadap VOC dilakukan Kesultanan Gowa-Tallo.

Bahkan, perlawanan yang terutama di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin itu membuat VOC kewalahan.

Baca Juga: KKB Papua Makin Tak Bisa Menyelamatkan Diri, Pasukan Setan Sudah Diturunkan untuk Berantas Pemberontakan Mereka

Posisi VOC di kawasan Indonesia timur terancam ketika masa kejayaan Gowa-Tallo di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).

Rivalitas antara Gowa-Tallo dan VOC pun semakin meruncing. Perang di antara keduanya tak lagi bisa terelakkan.

Saat itu, Sultan Hasanuddin memperkaya pasukan dengan memerintah kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya demi menghadapi tindakan VOC yang semena-mena di wilayah tersebut.

Sementara VOC menggunakan politik Devide et Impera dengan meminta bantuan Arung Palaka dari Kesultanan Bone.

Baca Juga: Intelijen AS Beberkan Dua Teori 'Panas' Tentang Asal Usul Covid-19, Skenario Kecelakaan Laboratorium Juga Disebutkan

Arung Palaka menerima permintaan dari VOC, membuat pertempuran semakin sengit.

Alasan Arung Palaka melakukan hal tersebut, karena ingin membalas kekalahannya atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.

Pasukan dari Bone pimpinan Arung Palaka semakin memperkuat VOC yang berada di bawah pimpinan JC Speelman.

VOC sendiri membawa sekitar 1900 prajurit dan 21 armada kapal perang.

Baca Juga: Inilah Enam Ramalan Sepanjang Sejarah, Mana yang Benar-benar Terjadi?

Pertempuran yang berlangsung sengit selama 4 bulan itu pada akhirnya berhasil membuat Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya.

Perjanjian Bongaya disebut sebagai perjanjian damai, namun tentu kenyataannya, seperti banyak perjanjian perang lainnya akan membuat pihak yang kalah mengalami kerugian atau dilemahkan.

Isi perjanjian Bongaya yang begitu merugikan Kesultanan Gowa-Tallo, yaitu sebagai berikut:

  • Makassar harus mengakui monopoli VOC
  • Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja
  • Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan
  • Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone
  • Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC
  • Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam
Baca Juga: Hisashi Ouchi Jadi Korban Paparan Radiasi Nuklir Terbesar Dalam Sejarah, Perusahaannya Akui Berbuat Ilegal

Perjanjian Bongaya sempat dibatalkan Sultan Hasanudin pada awal 1668.

Namun, pada 1669, Arung Palaka menyerang benteng Somba Opu dengan kekuatan sekitar 7.000-8.000 pasukan.

Arung Palaka pun dapat menaklukan benteng Somba Opu.

Sementara Sultan Hasanudin beserta pasukannya melarikan diri hingga meninggal pada tahun 1670.

Baca Juga: Kini Jadi Sorotan Utama Asia Karena Jumlah Lonjakan Covid-19 Sama Parahnya dengan India, Ternyata Beginilah Kondisi Malaysia Saat Ini

(*)

Artikel Terkait