Isi Perjanjian Tuntang, Ketika Inggris Rebut Indonesia dari Belanda

Khaerunisa

Editor

ilustrasi isi Perjanjian Tuntang. Peta Jawa yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada 1817. Direproduksi oleh J Walker.(J Walker)
ilustrasi isi Perjanjian Tuntang. Peta Jawa yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada 1817. Direproduksi oleh J Walker.(J Walker)

Intisari-Online.com - Apa saja isi Perjanjian Tuntang ketika kekuasaan di Indonesia diserahkan oleh Belanda kepada Inggris?

Meski terkenal menjajah Indonesia selama ratusan tahun, Belanda juga pernah kehilangan wilayah kekuasaannya ini dengan kedatangan Inggris ke Nusantara.

Jatuhnya kekuasaan Nusantara ke tangan Inggris tersebut terjadi di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles.

Nusantara kala itu berada di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), kemudian digantikan Jan Willem Janssens tetapi tidak lama karena terus diserang Inggris.

Baca Juga: Awal Mula dan Isi Perjanjian Salatiga, Kesepakatan yang Mengakhiri Pemberontakan Belasan Tahun 'Pangeran Sambernyawa'

Tepatnya pada 26 Agustus 1811, Batavia dan daerah sekitarnya, yang saat itu merupakan pusat kekuatan Belanda, jatuh ke tangan Inggris.

Inggris pun menggantikan Belanda untuk berkuasa di Indonesia dengan Raffles menjabat sebagai Letnan Gubernur Jawa, sebuah penghargaan untuknya karena berhasil merebut Nusantara.

Setidaknya Raffles berkuasa di Indonesia selama 5 tahun, yaitu sampai tahun 1816.

Perjanjian inilah yang menandai keberhasilan Raffles merebut seluruh kekuasaan Belanda di Indonesia, apa saja isi Perjanjian Tuntang?

Baca Juga: Padahal Sudah Genjatan Senjata dengan Hamas, Israel Malah Terancam Akan Digempur oleh Negara Musuh Bebuyutannya Ini

Perjanjian Tuntang dilakukan pada 18 September 1811 yang berisi sebagai berikut:

  • Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta, India Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris.
  • Orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
  • Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris.
Baca Juga: 150 Anggota KKB Papua Bersatu, Benarkah Takut Diburu Kopassus?

Raffles yang berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda, memberikan kesempatan rakyat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas.

Selama berada di bawah kekuasaan Raffles Bangsa Indonesia tetap merasa tertindas meski kebijakan yang diterapkannya dinilai lebih longgar.

Beberapa dampak buruk kebijakan pemerintahan Inggris bagi Bangsa Indonesia di antaranya terkait sistem sewa tanah atau pajak tanah, persaingan yang tidak sehat, hingga pengekangan kekuasaan kerajaan.

Selain itu, bagi East Indian Company (EIC), perusahaan dagang milik Inggris kala itu, segala reformasi yang dilakukannya juga dinilai terlalu mahal.

Hal itu melatarbelakangi ditariknya Raffles dari Indonesia pada 1815 dan digantikan oleh John Fendall.

Baca Juga: Kini Jadi Destinasi Wisata Baru, Dulu Perbatasan Indonesia Timor Leste Diakui Warga Perbatasan Bikin Mereka Malu, Kok Bisa?

Disebut, keputusan itu juga dilakukan karena Inggris bersiap menyerahkan kembali Jawa ke Belanda.

Pada 15 Oktober 1817, setelah penyerahan kembali Jawa ke Belanda, Raffles mendapat mandat sebagai Gubernur Jenderal di Bencoolen atau kini disebut Bengkulu.

Saat itu, Bencoolen merupakan koloni yang hasil ekspornya hanyalah lada.

Raffles yang melihat tempat itu berantakan, langsung melakukan reformasi seperti yang dia perbuat di Jawa, salah satunya menghapuskan perbudakan.

Baca Juga: Luluh Lantak Akibat Konflik Israel dan Palestina, Joe Biden Janji Bangun Ulang Gaza, Ini Sarannya!

Sementara itu, pengembalian wilayah Nusantara dari Inggris ke Belanda sendiri terjadi melalui kesepakatan yang disebut Convention of London atau Konvensi London, yang ditandatangani pada 13 Agustus 1814.

Konvensi London menyatakan bahwa Inggris sepakat untuk mengembalikan Hindia Belanda kepada Belanda.

Dalam proses penyerahan kekuasaan tersebut, Inggris diwakili oleh John Fendall, pengganti Raffles. Sementara pihak Belanda diwakili oleh tiga komisaris jenderal, yaitu Ellout, van der Capellen, dan Buyskes.

Namun penyerahan kekuasaan resmi baru terjadi pada tahun 1816, tepatnya pada 19 Agustus.

Baca Juga: Jangan Terlupa, Ini Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Jadi Makna Persatuan

(*)

Artikel Terkait