Advertorial
Intisari-Online.com – Inilah kesaksian istri Anwar Sadat, Presiden Mesir yang ditembak tentaranya sendiri usai berdamai dengan Israel.
Tepatnya pada tanggal 6 Oktober 1981, Presiden Anwar Sadat dibunuh oleh anggota tentaranya sendiri.
Hanya sebagian orang menyayangkan kematiannya.
Sebagian lagi menganggap itu ganjaran yang pantas baginya.
Ya, Anwar Sadat dari Mesir ini memang tokoh yang kontroversial.
Seperti berikut ini kisahnya yang pernah ditulis di Majalah Intisari edisi Oktober 1991.
“Begitu suami saya menyatakan bersedia pergi ke Yerusalem untuk berdamai dengan Israel, saya tahu ia akan dibunuh. Namun, saya tidak tahu, kapan dan di mana peristiwa itu akan terjadi. Saya juga tidak tahu, siapa yang akan membunuhnya."
Itulah yang ditulis oleh Jihan Sadat dalam buku riwayat hidupnya, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Myra Sidharta.
Baca Juga: Cukup Tiga Menit Bagi Israel Ledakkan 5 Pesawat Tempur Soviet Ini, Sampai Muncul Larangan Tertawa
Jihan Sadat selalu khawatir, itu terjadi sejak bulan November 1977.
Tetapi anehnya, rasa khawatir itu hilang pada tanggal 6 Oktober 1981.
Ketika itu diadakan parade militer untuk memperingati keberhasilan Mesir merebut Sinai dari Israel pada tahun 1973.
Parade militer dilakukan di Stadion Medinet Nasr, di utara Kairo.
Sebagai Presiden, Anwar Sadat duduk di barisan depan tribun kehormatan, berdampingan dengan Wapres Hosni Mubarak.
Sementara, Jihan Saat dan Suzanne Mubarak, duduk di balkon tertutup kaca di bagian atas.
Tiba-tiba saja sebuah truk tentara keluar dari parade kendaraan artileri.
Tiga orang tentara berlari ke arah Sadat dan tiba-tiba saja Jihan yang sedang tertawa-tawa mendengar ledakan granat.
Gelegar granat tertelan raungan jet di udara. Asap mengepul.
Baca Juga: Inilah Negara Pertama yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia, Diplomasi Mahasiswa di Luar Negeri
Jihan Sadat langsung menoleh ke arah suaminya.
Presiden Anwar Sadat terlihat sedang berdiri menunjuk ke arah pengawalnya.
Itulah terakhir kalinya Jihan melihat suaminya dalam keadaan hidup.
Setelah itu terdengar teriakan-teriakan dan peluru menembusi dinding kaca penutup balkon.
Semua orang yang ada di situ panik, sedangkan cucu-cucu Jihan menangis ketakutan.
Ketika itu, Jihan yakin suaminya pasti selamat, ia pun berusaha menenangkan beberapa istri pejabat.
Setelah keadaan sudah lebih tenang, Jihan pun mencari Anwar yang tidak kelihatan di tempat semula.
"Beliau baik-baik saja, Bu," kata seorang pengawal presiden yang seragam putihnya bernoda darah.
"Cuma luka di lengan. Tadi saya membawanya ke helikopter. Sekarang beliau berada di RS Maadi."
Baca Juga: Unit Mesir Ini Lolos dari Kehancuran pada Tahun 1967 dengan Menyerang Israel di Semenanjung Sinai
Kemudian Jihan mengumpulkan cucu-cucunya, lalu menyusul dengan helikopter ke rumah sakit.
Sementara, putri-putrinya yang tidak ikut ke stadion sudah berada di rumah sakit bersama suami mereka.
Terlihat Wapres Hosni Mubarak, yang tangannya dibalut karena terserempet peluru, begitu pula para menteri.
Suasana ruang tunggu rumah sakit hening mencekam.
Jihan menanti dan terus menanti, tetapi tidak ada satu dokter pun yang menemuinya untuk memberi tahu keadaan suaminya.
Sudah setengah jam lewat dan Jihan pun sadar apa yang terjadi.
Sambil berdiri menoleh ke arah Hosni Mubarak, ia menarik napas dalam-dalam untuk menabahkan hatinya.
"Tampaknya Sadat sudah meninggal," katanya.
"Sekarang giliran Anda memimpin negara ini. Mohon jaga Mesir baik-baik, Pak Mubarak."
Demikianlah, Anwar Sadat tewas ditembus lima peluru Kalashnikov, dua di dada, satu di leher, satu di tulang tengkuk dan satu lagi di lutut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari