Dan diiputuskan untuk membentuk Lajnah al-Difa '' an Istiqlal Indunisiya atau Komite Pertahanan Kemerdekaan Indonesia yang mengeluarkan resolusi 7 poin yang meminta semua orang Arab dan Islam untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, untuk membahasnya di parlemen, untuk secara formal, mengakui Republik Indonesia dan mengumumkannya kepada dunia.
Mereka juga sepakat untuk menekan Inggris yang tentaranya sudah tiba di Indonesia lebih dulu dari Belanda, bukan untuk mendukung Belanda.
Hadir dua mahasiswa Indonesia yang mewakili Indonesia yaitu, Muhammad Zein Hasan dan Ismail Banda.
Pada tanggal 18 November 1946 al-Husaini menelepon Muhamad Rasjid, wakil menteri luar negeri Indonesia saat itu untuk memberitahukan kepadanya bahwa negara-negara Arab mendukung penuh kemerdekaan Indonesia.
Al-Husaini kemudian berhasil membawa Muhamad Abdulmunim Mustapha, Konsul Jenderal Mesir di Bombay untuk pergi ke Indonesia dengan jet pribadi dan bertemu dengan Presiden Soekarno pada tanggal 15 Maret 1947.
Ia membawa surat untuk Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa semua negara anggota Liga Arab mendukung kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia menerima pengakuan internasional secara de facto tetapi membutuhkan pengakuan internasional secara de jure.
Pada bulan April 1947, Menteri Luar Negeri Indonesia Haji Agus Salim yang juga pemimpin Sarikat Islam (organisasi ekonomi, sosial dan politik Islam) dikirim dengan misi diplomatik ke wilayah tersebut untuk melobi pengakuan tersebut.
Pada tanggal 10 Juni 1947 ditandatangani Perjanjian Persahabatan antara Indonesia dan Mesir. Perjanjian tersebut ditandatangani di Kairo oleh Naqrashi Pasha, Perdana Menteri Mesir (saat itu juga Menteri Luar Negeri) dan Haji Agus Salim, Menteri Luar Negeri Indonesia.
Baca Juga: Istri Agus Salim Rela Tak Makan Daging Demi Mendapatkan Anak Sehat, Apa Hubungannya?
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR