Intisari-Online.com - Nicolaas Jouwe merupakan salah satu sosok yang dikenal memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia.
Hal itu dilakukannya sejak era 1960-an hingga pada suatu hari pendiriannya berubah.
Sosok yang meninggal dunia pada 16 September 2017 lalu ini pernah bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy dan membicarakan soal Papua.
Percakapan rahasia Nicolaas dengan John F Kennedy diungkapkan melalui tulisan dalam bukunya, 'Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran, dan Keinginan'.
Rupanya, pertemuan dengan Presiden AS itulah yang membuat Nicolaas akhirnya goyah dalam perjuangannya untuk memerdekakan Papua dari Indonesia.
Pertemuan yang sangat rahasia itu ia simpan setidaknya hingga buku karyanya itu diterbitkan pada 2013.
Buku tersebut terbit setelah Nicolaas kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan mendapatkan kewarganegaraan jadi WNI pada tahun 2010.
Setelah Papua diserahkan oleh UNTEA kepada Indonesia pada 1963, Nicolaas meninggalkan Papua dan pergi ke Belanda, disana ia menetap di kota Delft.
Nicolaas pernah bersumpah tidak akan pernah kembali ke tanah kelahirannya jika masih diduduki oleh Indonesia.
Kembalinya Nicolaas ke NKRI pada 2010, setelah kunjungannya ke Papua tahun 2009, tentu artinya ia membatalkan janjinya itu.
Bukan hanya itu, ia berubah dari seorang yang pro-kemerdekaan Papua menjadi pro-Indonesia.
Buku 'Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran, dan Keinginan' dia tulis usai dirinya berubah sikap mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Presiden Kennedy, selama 50 tahun saya tidak akan membuka apa yang kita bicarakan ini," kata Nicolaas kepada Kennedy, sebagaimana dia ceritakan dalam bukunya tersebut.
Dikisahkan, pertemuan Nicolaas dengan Kennedy terjadi saat ia masih menjadi Penasihat dan Anggota Kerajaan Belanda.
Saat itu ia dipercaya menjalankan politik Kerajaan Belanda dalam Perundingan Belanda-Indonesia.
Pertemuan itu begitu rahasia karena jika saja ada yang tahu dirinya menemui Kennedy, maka risikonya dia dicap sebagai pengkhianat oleh Belanda.
"Secara sembunyi-sembunyi saya datang berbicara dengan Kennedy," kata Nicolaas.
Pertemuan itu digelar pada 16 September 1962 sesudah Perjanjian New York yang dilakukan pihak Belanda dengan Indonesia pada 15 Agustus 1962.
Dikatakan, ada tiga orang yang menjadi calon Papua untuk ditemui Kennedy, selain Nicolaas, mereka adalah Frans Kasiepo seorang pro-Indonesia dan anak muda Papua didikan AS bernama Herman Wonsur.
Dari ketiga orang itu, akhirnya Nicolaas dipilih Duta Besar AS untuk dipertemukan dengan Kennedy langsung, alasannya karena ia merupakan penasihat Belanda.
Dikisahkan Nicolaas, hal pertama yang ditanyakan Kennedy yaitu tentang sejarah Papua dan sejarah kolonial Belanda di Papua.
"Saya mengatakan bahwa kami sendiri tidak tahu-menahu tentang sejarah bangsa kami sendiri. Tetapi kalau mengenai Belanda kami tahu banyak," kata Nicolaas
Nicolaas sebenarnya merupakan satu dari segelintir elite terpelajar di Papua yang
Namun, pendidikan yang diterimanya tak mengajarkan soal tanahnya sendiri, melainkan tanah sang pendidik, Belanda.
Karenanya, ia lebih tahu soal Negeri Belanda ketimbang Papua.
Menanggapi fakta tersebut, Kennedy mengatakan bahwa itu merupakan politik kolonial Belanda.
Dikatakan, Belanda sengaja mengasingkan orang Papua dari dirinya sendiri, menceraikan orang Papua dari tanahnya sendiri.
Hal itu demi menjaga Papua dari pihak manapun yang ingin mengeksplorasi kekayaan Papua, kecuali pihak kolonial Belanda.
"Beliau tahu kenapa Belanda berbuat demikian. Belanda tahu sangat baik bahwa Papua adalah pulau yang sangat kaya akan emas, perak, dan tembaga. Belanda tidak mau orang dari luar masuk ke situ," kata Nicolaas.
Selain itu, Belanda juga membuat propaganda untuk menghalangi orang-orang mengunjungi Papua dengan kisah bahwa pulau itu berbahaya.
Kondisi tersebut kemudian berubah ketika Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sejak saat itu, Papua muncul ke permukaan dan menjadi rebutan berbagai pihak. Perbincangan antara Nicolaas dan Kennedy pun dikisahkan sampai ke perkara pribadi, misalnya tentang kabar orang tuanya.
Diceritakan, perbincangan mereka berakhir dengan Kennedy menyampaikan niatnya untuk berkunjung ke Indonesia sembari mempertemukan Nicolaas ke hadapan Presiden Sukarno.
Katanya, Nicolaas yang saat itu nampak sebagai musuh paling nyata di mata Sukarno, akan diperkenalkan oleh Kennedy sebagai Nicolaas yang pro-Indonesia.
Sedianya, Kennedy akan berkunjung ke Indonesia pada setahun setelah pertemuannya dengan Nicolaas saat itu.
Namun, Kennedy sendiri meninggal pada 22 November 1963, akibat pembunuhan.
(*)