Intisari-online.com -Lumpuhnya India karena serangan Covid-19 telah membuat ambisi Narendra Modi Perdana Menteri India gagal terwujud.
Keinginannya untuk membuat program "vaksin bersahabat" yang bisa menyediakan vaksin untuk seluruh warga di dunia terpaksa ditunda.
Melansir Lowy Institute, India dulu telah memasang ambisi menjadi kekuatan regional dan global dalam penyebaran vaksin.
Sebelum B.1.617 menyerang, India telah mengirimkan 60 juta vaksin versi lokal dari vaksin AstraZeneca ke 76 negara di bawah mekanisme program COVAX dari WHO melalui iklan dan dana hibah.
Dengan dukungan dari mitra Dialog Keamanan Quadrilateral juga, India memantapkan diri memproduksi miliaran vaksin 2022 mendatang.
Tujuannya membantu orang yang membutuhkan, tapi di saat yang sama juga untuk mendorong citra India di luar negeri dan meningkatkan kepercayaan dan pengaruh mereka.
Ambisi mereka gagal karena lonjakan kasus Covid-19 setidaknya untuk saat ini.
Namun kemunduran ini berdampak lebih dari kerugian ekonomi saja.
Negara-negara demokrasi juga merasakan konsekuensi dalam upaya melawan pengaruh China yang terus tumbuh, terutama di Asia Selatan.
Tuduhan jika negara Barat memborong vaksin juga telah merusak penyebaran vaksin di dunia.
Meski begitu, masalah utamanya adalah India membuat kesempatan emas bagi China dan Rusia, yang juga menggunakan distribusi vaksin sebagai alat diplomasi dan meningkatkan pengaruh mereka.
Dunia memasuki pandemi dengan gelombang kekuasaan meningkat di seluruh dunia.
Pandemi menawarkan keharusan dan normalisasi bagi pemerintah mengontrol aliran bebas informasi, dan tekanan untuk kritik terhadap penanganan oleh pemerintah.
Rusia dan China sementara itu menawarkan model pemerintahan "efektif" dalam hal ini.
China dan Rusia melihat keuntungan memperdalam hubungan dan bekerjasama di Samudra Hindia untuk melawan negara Barat.
Meski keduanya punya warisan pertemanan, tidak jelas bagaimana hubungan ini akan berpengaruh di kontes memperbutkan Indo-Pasifik.
Politik vaksin akan memiliki dampak penting untuk demokrasi dipandang di Asia Selatan.
Sembari negara Barat mencari cara meruntuhkan otokrasi Rusia dan China dengan cara tunjukkan nilai moral lebih tinggi, sistem yang memastikan pemerintahan terpecaya, media yang bebas dan perlindungan HAM, dua negara bertujuan mendapatkan keuntungan strategis dengan mengkapitalisasi kesalahan negara musuh mereka.
India seharusnya menyuplai Sri Lanka, Bangladesh dan Nepal dengan vaksin lebih banyak, dan juga untuk Bhutan, yang sudah berhasil mendapat kiriman vaksin.
Namun untuk sekarang mereka tidak bisa mengirimkan apapun.
Dengan kesulitan ini, Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu secara virtual dengan rekan-rekan menlu lain di negara-negara Asia Selatan dan menawarkan bantuan membangun sumber kucuran vaksin darurat.
Konsekuensi lebih luas dari langkah geopolitik China memanfaatkan kelumpuhan India menjadi semakin jelas.
Bangladesh baru saja menyetujui penggunaan darurat vaksin China karena peningkatan infeksi di negara itu, berupaya menyelamatkan krisis kesehatan mereka.
Hal ini mengejutkan karena tahun lalu China menuduh India menekan Bangladesh untuk menggagalkan hasil uji vaksin China agar Bangladesh menggunakan vaksin dari India.
Kondisi yang sama terulang di negara lain yaitu Sri Lanka, Pakistan, Nepal, Maladewa, dan Afghanistan yang telah menyetujui penggunaan vaksin China secara darurat.
Sementara vaksin Covid-19 dari Rusia, Sputnik V, juga dipakai di Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, dan Nepal.
Kemudian dengan Pakistan di samping mereka, kemajuan China di negara Asia Selatan lain saat ini menangani krisis kesehatan negara-negara tersebut berarti kerugian strategi bagi India.
Sentimen anti-India telah merebak di antara segmen populasi besari di Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka, masing-masing untuk alasan berbeda-beda.
Namun semua terpusat dalam pandangan umum jika India mengadopsi pola 'Kakak tua' dan memposisikan dirinya lebih superior daripada negara-negara tetangganya yang jauh lebih kecil.
India menyediakan dukungan untuk satu partai lokal meski negara itu mendukung demokrasi, atau mengadopsi kebijakan perdagangan yang tidak setara.
India juga akan melihat isu ini secara berbeda, melalui prisma kepentingan mereka sendiri.
Namun yang pasti, India sudah menyebabkan negara tetangganya lebih percaya kepada China meski China bukan negara demokrasi.
Sungguh luar biasa bagaimana krisis kesehatan menempatkan posisi Asia Selatan begitu sulit, meski begitu tidak dipungkiri pastinya mereka akan lebih percaya dengan negara yang lebih cepat memberikan mereka bantuan saat dibutuhkan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini